JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia Niken Rosalita Widiastuti mengatakan, hitung cepat atau quick count yang dilakukan Radio Republik Indonesia (RRI) bukan kali pertama dilakukan pada Pemilu Presiden 9 Juli lalu. Menurut dia, RRI telah menyelenggarakan quick count sejak Pemilu 2009.
“Tahun 2009 juga sudah menyelenggarakan hal yang sama untuk pileg dan pilpres. Tapi karena hasilnya sama dengan KPU, tidak jadi sampai trending topic,” kata Niken di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/7/2014).
Ia menambahkan, quick count tersebut dilaksanakan oleh Pusat Penelitian, Pengembagan, Pendidikan, dan Latihan (Puslitbangdiklat) RRI. Tujuannya, kata Niken, untuk memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat atas hasil pemilu.
Saat Pileg 2014 lalu, ia mengatakan, Puslitbangdiklat RRI juga menyelenggarakan quick count. Hasil quick count tersebut rupanya tidak jauh berbeda dengan perhitungan KPU. Oleh karena itu, KPU memberikan sertifikat terdaftar kepada Puslitbangdiklat RRI.
“RDP Komisi I juga memberi apresiasi quick count yang hampir sama dengan KPU hingga akhirnya RRI mendapat izin sertifikat terdaftar dari KPU,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR yang juga anggota timses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Mahfudz Siddiq, mengatakan, Komisi I berencana memanggil jajaran direksi RRI pasca-hasil hitung cepat lembaga itu disiarkan di sejumlah lembaga penyiaran. (Baca: Komisi I Akan Panggil RRI karena Lakukan "Quick Count")
Hasil hitung cepat RRI menunjukkan, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul dengan perolehan 52,71 persen. Adapun Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memperoleh 47,29 persen. Rencana tersebut menuai kritik dari berbagai pihak.
Baca juga:
PDI-P: Masa RRI Menyuarakan Kebenaran Dipermasalahkan?
TB Hasanuddin Bantah Komisi I Akan Panggil RRI Terkait "Quick Count"
Ironis, Komisi I DPR Panggil RRI karena "Quick Count"
Demokrat: RRI Dapat Uang dari Mana Bisa Buat "Quick Count"?