JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, mempertanyakan sikap calon presiden Prabowo Subianto yang menuding lembaga survei bisa direkayasa. Dia mengaku heran dan mempertanyakan lembaga survei mana yang dimaksud oleh Prabowo.
Lembaga survei yang hasil hitung cepatnya menunjukkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul, menurut Ari, berjumlah lebih banyak dan lebih kredibel. Apalagi, Radio Republik Indonesia, salah satu lembaga yang dalam hasil hitung cepatnya Jokowi-JK unggul, sahamnya dikuasai oleh pemerintah.
"Bagaimana mungkin bisa memanipulasi delapan lembaga survei dan di dalamnya ada RRI?" kata Ari melalui pesan elektronik, Kamis (10/7/2014) siang. (baca: Prabowo Sebut Survei Banyak yang Rekayasa)
Selain RRI, lanjut Ari, tujuh lembaga survei yang memprediksi kemenangan Jokowi adalah lembaga survei yang sering menjadi rujukan utama dalam prediksi pemilu maupun pilkada. Apalagi sejak 2004, hasil quick count mereka tak jauh dari hasil perhitungan KPU.
"Dan satu lagi yang mengejutkan adalah hasil hitung cepat Poltracking Institute. Lembaga survei ini awalnya justru dikontrak TV One yang condong ke Prabowo-Hatta. Namun, di tengah jalan akhirnya menarik diri," tambahnya. (baca: "TV One" Sepihak Tambah 3 Lembaga Survei, Poltracking Batalkan Kerja Sama)
Sebaliknya, Ari meragukan hasil hitung cepat empat lembaga survei yang menunjukkan hasil berbeda. Pengelompokan hasil quick count yang berbeda itu, kata dia, seharusnya tidak terjadi jika lembaga survei konsisten dalam menerapkan metodologi dan berjalan dalam kaidah-kaidah etiket surveyor. Dengan metode quick count yang sama, seharusnya hasil yang diperoleh juga sama.
Menurut Ari, fenomena perbedaan hasil quick count itu menyiratkan urgensi audit lembaga survei abal-abal, baik dari sisi pertanggungjawaban, metodologi, maupun sumber dananya. (baca: "Quick Count", Ini Hasil Lengkap 11 Lembaga Survei)
"Tanpa itu, lembaga survei abal-abal hanya menjadi alat untuk propaganda politik, digunakan sebagai alat politik pragmatisme pihak yang takut kalah dan akhirnya membodohi rakyat," pungkas Ari.
Sebelumnya, seusai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/7/2014), Prabowo menuding bahwa lembaga survei saat ini banyak yang direkayasa. Dia bahkan mengaku pernah ditawari oleh konsultan politik yang juga menjadi pimpinan lembaga survei untuk memenangkan dirinya dalam survei.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.