JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Lingkaran Survei Indonesia, Ardian Sopa, mengatakan, tingkat elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla pernah hampir disusul oleh Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Penyebab utamanya adalah strategi kampanye menyerang yang dilancarkan kubu lawan.
"Ada isu-isu yang dimainkan, baik kampanye negatif maupun kampanye hitam, yang menjadi bagian dari strategi attacking," kata Ardian di Kantor LSI, Jakarta, Rabu (9/7/2014).
Dia mengatakan, tiga isu utama kampanye negatif yang ditujukan kepada Jokowi adalah isu calon presiden boneka, isu tak amanah meninggalkan jabatan Gubernur DKI Jakarta, dan isu korupsi bus transjakarta. Kampanye hitam juga dimainkan, seperti isu SARA dan mendukung komunisme.
Berdasarkan catatan LSI pada September 2013, selisih antara Jokowi dan Prabowo mencapai 39,20 persen. Ardian mengatakan, selisih antara keduanya terus menyempit, termasuk pada Mei 2014, yakni menjadi 12,67 persen.
"Pada awal Juni 2014, selisihnya terus menyempit menjadi 6,3 persen. Puncaknya ketika akhir Juni 2014, selisihnya hanya 0,5 persen. (Prabowo) hampir menyusul Jokowi," ujar dia.
Meski demikian, Ardian mengatakan, pada awal Juli 2014, selisih antara Jokowi dan Prabowo kembali menjauh menjadi 3,6 persen. Kini selisih antara keduanya semakin menjauh dalam pilpres menjadi 6,47 persen.
"Pasangan Jokowi-JK unggul dengan 53,37 persen atas Prabowo-Hatta yang mendapat 46,43 persen," kata Ardian.
Ardian mengatakan, naiknya selisih tersebut karena strategi kampanye putih Jokowi-JK yang lebih menekankan pada penonjolan diri atau upgrading. Strategi ini berpengaruh pada detik-detik akhir, terutama pada masa tenang, sebelum pemungutan suara hari ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.