"Kita tidak bisa mempengaruhi pemilih secara langsung dengan metode seperti itu. Dengan rilis bohong itu tidak bisa," ujar anggota dewan etik Persepi, Saiful Mujani, dalam sebuah diskusi di Hotel Atlet Century, Jakarta, Selasa (8/7/2014).
Menurut Saiful, survei dari lembaga tak kredibel pada dasarnya dibuat bukan untuk mengetahui opini publik yang terjadi pada saat itu. "Kalau memang bisa, ngapain bikin parpol? Bikin aja lembaga survei. Itu murah," ujar Saiful.
Anggota Dewan Etik Persepi lainnya, Hamdi Moeloek, mengatakan, sebagai salah satu asosiasi lembaga survei di Indonesia, Persepi memiliki standardisasi soal metodologi yang dipakai dalam merilis survei selain standardisasi penguasaan ilmu statistik.
Standardisasi tersebut dikenakan bagi setiap lembaga survei yang dinaunginya. Menurut Hamdi, standardisasi tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengurangi munculnya lembaga survei abal-abal di Indonesia.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ade Armando, survei dengan metodologi yang benar akan membantu publik untuk memprediksi dan mengetahui siapa yang akan menjadi pemenang dalam konteks survei terkait pemilu.
Publik, kata Ade, tidak perlu menunggu hasil keputusan dari Komisi Pemilihan Umum bila survei dan bahkan hitung cepat menggunakan metodologi yang benar itu. "(Bila metodenya benar), hasil quick count kurang lebih hampir sama dengan data KPU. Kita lihat betapa kuatnya daya prediksi penelitian dengan metodologi yang benar," kata dia.
Persepi merupakan salah satu asosiasi lembaga survei di Indonesia yang berdiri pada 2008. Beberapa lembaga yang bergabung dalam asosiasi ini antara lain adalah SMRC, Indikator, Lembaga Survei Indonesia, Cyrus, Cirus, Jaringan suara indonesia, PDB, dan Populi Center.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.