KOMPAS.com - Beberapa hari menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pada 9 Juli 2014, beberapa media di Swedia mulai memberitakan kandidat yang bertarung. Mereka menyoroti latar belakang kedua calon presiden, termasuk mengulas soal kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan bayang-bayang Orde Baru.
Sveriges Radio dalam siaran hari Kamis (3/7/2014), seperti ditampilkan di situsnya, mengangkat judul "Val i Indonesien", atau "Pemilihan di Indonesia". Dalam reportase berdurasi 6 menit 11 detik itu, isinya sebagian besar menyoroti bayang-bayang Orde Baru dalam Pilpres 2014.
Surat kabar berbahasa Swedia, Expressen, dalam edisi online 27 Juni 2014 juga menurunkan berita Pilpres Indonesia berjudul, "Valet väcker minnen av ett mörkt förflutet" atau "Pemilihan Membangkitkan Ingatan Kelam Masa Lalu". Selain mengulas pelanggaran HAM yang diduga dilakukan calon presiden Prabowo Subianto—yang kemudian dibantah oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Fadli Zon—dalam berita itu juga ditulis kepiawaian strategi kampanye Prabowo yang menyasar anak-anak muda. Laporan itu juga memuji Joko Widodo (Jokowi) sebagai figur yang rendah hati dan memerangi korupsi.
Pandangan Swedia
Anders Uhlin, Guru Besar Departemen Ilmu Politik, Lunds Universitet, Swedia, menilai, Pilpres Indonesia 2014 kali ini merupakan persimpangan jalan antara konsolidasi demokrasi berorientasi masa depan atau orientasi masa lalu dan kembali ke rezim otoritarian. Menurut dia, warga Swedia yang peduli terhadap Indonesia lebih cenderung kepada figur Jokowi.
Guru Besar Emeritus Sejarah Asia Tenggara dan Indonesia, Lunds Universitet, Mason C Hoadley, menilai, dukungan masyarakat yang besar kepada Prabowo merupakan reaksi terhadap prospek negatif lapangan kerja dan karier. Ini wujud keputusasaan yang berujung pada ketertarikan pada kebijakan konservatif ketimbang tawaran perubahan yang ditawarkan oleh Jokowi.
Di Linköping, Swedia, Johan Ahlberg, Direktur Pemasaran Wilayah Asia Tenggara pada Kapsch TrafficCom, perusahaan Swedia yang terlibat dalam program jalan berbayar elektronik (electronic road pricing) di Jakarta, mengatakan, siapa pun yang menjadi presiden, pihaknya akan tetap berinvestasi di Indonesia. Namun, ia menilai, Jokowi lebih disukai investor.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Swedia DM Juniarta Sastrawan mengatakan, ”Siapa pun yang terpilih, saya yakin tidak akan ada arus investasi Swedia keluar dari Indonesia,” tuturnya. (Antony Lee)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.