Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulastomo: Jaminan Sosial Jalan Menuju Mandiri

Kompas.com - 26/06/2014, 17:16 WIB


Oleh: Mohammad Bakir

KOMPAS.com - Di usia 76 tahun, Sulastomo masih cekatan. Ketika menerima Kompas di rumahnya, di kawasan Pondok Indah, Kamis (5/6/2014), Sulastomo menjawab pertanyaan secara cermat lengkap dengan beragam referensi. Suaranya yang agak berat, tetap jernih terdengar.

Ia lebih sering tersenyum dan tertawa. Dengan baju batik berwarna merah, Sulastomo menjelaskan beberapa obsesinya yang sampai sekarang masih belum bisa dijalankan pemerintah.

”Saya ingin, Indonesia membangun negara dengan kekuatan sendiri. Itu sangat bisa dilakukan. Dengan jumlah penduduk yang demikian besar, Indonesia tidak perlu bergantung pada negara lain,” katanya.

Obsesinya menggunakan kekuatan sendiri untuk membangun Indonesia, tidak berhenti pada omongan belaka. Dia mulai merintis dengan membuat RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang awalnya ditolak oleh pemerintah maupun DPR.

Ide tentang pentingnya jaminan sosial didapat Sulastomo ketika belajar di Amerika Serikat tahun 1977. Ketika itu, Pemerintah AS mendirikan TBC Insurance untuk mengatasi penyakit TBC di kalangan warga AS. ”Artinya, Pemerintah AS mengatasi persoalan TBC dengan melibatkan masyarakat. Pemerintah tidak berpangku tangan, di sisi lain rakyat diminta berpartisipasi,” katanya.

Menurut mantan Direktur Asuransi Kesehatan (Askes) ini, cara seperti itulah yang diadopsi oleh UU SJSN yang digagasnya. ”Butuh tiga tahun untuk menggolkan ide tersebut. Bahkan, draf-nya saja harus direvisi 56 kali. Saya terus bersabar, karena hanya dengan cara inilah, saya yakin rakyat Indonesia bisa mendapat jaminan pemenuhan kebutuhan dasarnya,” katanya.

”Setiap saat saya selalu berusaha meyakinkan pemerintah maupun DPR betapa pentingnya sistem ini. Bahkan, saya langsung bicara kepada Presiden Megawati. Alhamdulillah beliau mau menerima dan UU SJSN kemudian disetujui oleh DPR,” katanya.

Sulastomo sempat kecewa ketika pemerintah dan DPR sepakat bahwa UU SJSN baru akan diimplementasikan setelah 10 tahun UU itu diundangkan 19 Oktober 2004. ”Saya paham bahwa untuk memulai sesuatu yang baru, butuh persiapan yang lama. Akhirnya saya berpikir, dari pada hanya kecewa, saya pikir, tidak masalah ditunda 10 tahun, yang penting komitmen untuk melaksanakan UU SJSN itu sudah ada,” katannya.

Sulastomo mencontohkan bagaimana SJSN menjadi mesin pengumpul uang untuk membiayai pembangunan di seluruh negeri. Setiap anggota masyarakat dapat menjadi anggota BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dengan membayar premi asuransi ke BPJS. ”Jika setiap rakyat membayar premi minimal Rp 5.000 per bulan, kali jumlah penduduk kita, berapa rupiah kita dapat,” ujarnya.

Terus menulis

Di usia yang tidak muda lagi, Sulastomo terus berkarya. Artikelnya terus mengalir, dan dia pun terus menerima undangan sebagai pembicara pada seminar baik di dalam maupun luar negeri. Dia sendiri menargetkan setiap dua pekan, satu buku selesai dibaca.

”Saya membaca buka apa saja. Sekarang saya membaca buku Capitalism IV. Menarik bagaimana sistem kapitalisme itu berkembang, dan sekarang memasuki babak baru. Itu antara lain ditandai oleh Obamacare, yang memadukan peran negara dan peran swasta,” katanya.

Ditanya soal pelaksanaan BPJS selama 6 bulan terakhir yang masih ruwet, Sulastomo menjawab, ”Itu sudah saya perkirakan karena persiapan kita minim. Benar UU SJSN sudah 10 tahun diundangkan, tetapi persiapannya berlangsung hanya berbilang hari, hanya beberapa bulan.”

Namun, dia yakin, seiring berjalannya waktu pelaksanaan BPJS akan terus membaik. ”Dalam UU SJSN, kami membuat sistem bagaimana jaminan sosial harus diimplementasikan. Jadi, saya yakin akan terus ada perbaikan. Kalaupun dalam pelaksanaannya harus membentur tembok, saya rasa lebih baik daripada kita tidak berbuat apa-apa,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com