JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyinggung pernyataan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang pernah memberi gagasan hukuman potong jari tangan kepada koruptor.
Hal itu disinggung jaksa Pulung Rinandoro saat membacakan surat tuntutan Akil di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/6/2014).
"Publik tentunya masih ingat apa yang diucapkan terdakwa di MK pada 9 Maret 2012, yang menyatakan, 'Ini ide saya dibanding dihukum mati lebih baik dikombinasi pemiskinan dan memotong salah satu jari tangan koruptor saja cukup'," ujar jaksa Pulung menirukan ucapan Akil saat itu.
Jaksa mengatakan, Akil telah diberi amanah besar sebagai seorang hakim konstitusi. Akil pun memimpin lembaga yang memiliki kewenangan luar biasa, yang meliputi empat kewenangan konstitusional, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
Jaksa juga menjabarkan latar belakang Akil, yaitu sebagai praktisi hukum, doktor di bidang ilmu hukum, dan pegiat antikorupsi. Menurut jaksa, dengan latar belakang tersebut, publik menaruh harapan besar kepada Akil agar dapat menjalankan tugas selaku hakim dan Ketua MK RI dengan penuh dedikasi dan integritas.
"Namun, pada kenyataannya, terdakwa malah melakukan pengkhianatan dan penyalahgunaan atas amanah yang telah dipercayakan kepada dirinya," kata jaksa Pulung.
Jaksa menyebut Akil justru melegalkan praktik suap-menyuap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang dari hasil korupsi. Menurut jaksa, perbuatan Akil telah menyakiti seluruh elemen bangsa Indonesia yang telah menaruh harapan dan kepercayaan, juga meruntuhkan kepercayaan publik kepada lembaga MK.
"Terdakwa tidak menjaga amanah dengan melakukan kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang yang ada pada dirinya," kata jaksa.
Dalam kasus ini, Akil didakwa menerima hadiah atau janji terkait pengurusan 15 sengketa pilkada. Ia juga dijerat tindak pidana pencucian uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.