JAKARTA, KOMPAS.com - Pada pemilu presiden kali ini, penerapan metode kampanye semakin ketat dibandingkan dengan pemilu legislatif. Komisi Pemilihan Umum membatasi jumlah alat peraga yang digunakan dan nilai barang yang digunakan untuk cendera mata.
Komisioner KPU Hadar N Gumay, di Jakarta, Rabu (4/6/2014), mengatakan, alat peraga tidak boleh dipasang di sarana publik, pagar, tiang telepon, gardu listrik, atau jembatan penyeberangan. KPU juga membatasi bentuk baliho dan spanduk.
Di Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2014 tentang Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, baliho atau papan reklame (billboard) hanya dibolehkan tiga buah per desa atau kelurahan. "Spanduk 1,5 x 7 meter paling banyak lima buah di setiap kampung/dusun," kata Hadar.
Metode kampanye dengan penyebaran bahan kampanye juga diatur. Bisa menggunakan kartu nama, selebaran, stiker, topi, barang-barang cendera mata, buku, korek api, gantungan kunci, aksesori, minuman atau makanan kemasan dengan logo, gambar, dan/atau slogan pasangan calon, dan/atau parpol pengusul.
"Nilai barang itu juga dibatasi. Jika dikonversi ke dalam bentuk uang, nilainya paling tinggi Rp 50.000," kata Hadar. "Ketentuan itu dibuat agar tak ada kesan ada politik uang terselubung di balik pemberian cendera mata dalam kampanye," ujar Hadar.
Terkait kampanye rapat umum, KPU mengimbau agar para pasangan calon melaporkan terlebih dulu ke KPU, Bawaslu, dan kepolisian, sebelum menggelar rapat umum. Tujuannya agar di satu tempat tak terjadi tumbukan rapat umum dari kubu yang berbeda.
Materi tertulis
Hadar mengingatkan, materi kampanye juga sudah diatur dan tak bisa seenaknya menggalang massa tanpa ada konten atau isi materi, meliputi visi, misi, dan program kerja. PKPU No/2014 pada Pasal 11 Ayat (2) dengan tegas mengatakan, materi kampanye dibuat secara tertulis dan wajib disampaikan kepada peserta kampanye.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat M Afifudin mengajak masyarakat memantau kampanye capres-cawapres agar tidak memprovokasi masyarakat dengan kampanye hitam yang menyudutkan pasangan lain. Dia juga mengajak untuk memantau para pejabat, seperti menteri, gubernur, bupati, wali kota, dan pejabat BUMN yang menjadi tim sukses capres-cawapres. "Para pejabat ini berpotensi melakukan memobilisasi semua sumber daya, jaringan birokrasi, dan uang negara," katanya. (AMR)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.