Juru Bicara KPK Johan Budi, melalui siaran pers yang diterima wartawan, Selasa (3/6/2014), menguraikan kedelapan agenda tersebut. Pertama, KPK menitipkan agenda reformasi birokasi dan perbaikan administrasi kependudukan.
"KPK menilai, jalan paling mendasar untuk menata birokrasi adalah melalui reformasi birokrasi," kata Johan.
KPK menilai reformasi perlu dilakukan, khususnya terkait dengan pengelolaan APBN dan APBD. Reformasi di sektor ini bertujuan memastikan agar perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap pengelolaan APBN dan APBD dilakukan secara akuntabel, transparan, dan berkeadilan, serta meminimalkan kebocoran anggaran.
Kedua, agenda pengelolaan sumber daya alam dan penerimaan negara. Berdasarkan penelitian dan pengkajian KPK, terdapat tiga sektor yang harus mendapatkan perhatian besar presiden mendatang, yakni pertambangan (khususnya mineral dan batu bara), kehutanan, serta perikanan dan kelautan.
"Sektor pertambangan, misalnya, memberikan kontribusi sekitar 9 persen terhadap total pajak dalam negeri," ujar Johan.
Ketiga, agenda ketahanan dan kedaulatan pangan. Menurut Johan, keseriusan pemerintah dalam upaya swasembada pangan tecermin dari besarnya anggaran swasembada pangan. Pada 2014, katanya, nilai anggaran swasembada pangan sebesar Rp 8,28 triliun untuk lima komoditas utama.
"Bila tidak dikelola dengan baik, ini dapat memicu kerugian keuangan negara, baik dari aspek keuangan maupun non-keuangan," sambung Johan.
KPK juga melihat bahwa kebijakan pengimporan komoditas pangan strategis masih sangat lemah dalam melindungi petani lokal. Kelemahan pada kebijakan tata niaga meliputi arah kebijakan yang tidak tepat yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingannya sendiri dengan merugikan negara dan kepentingan publik.
Agenda keempat adalah perbaikan infrastruktur. Johan mengatakan, hasil Survei Integritas Sektor Publik Indonesia tahun 2009 yang dilakukan KPK menunjukkan persepsi masyarakat pengguna layanan pada layanan publik di lingkungan Kementerian Perhubungan masih belum memuaskan.
"Sebagai contoh, skor potensi integritas pada layanan uji tipe dan penerbitan sertifikat uji tipe kendaraan bermotor di lingkungan Ditjen Perhubungan Darat hanya mencapai 5,99 (peringkat ke-68), di bawah standar minimal KPK (6,0)" katanya.
Menurut Johan, hal tersebut menunjukkan masih adanya kelemahan dalam sistem pelayanan publik pada layanan tersebut, yang merupakan celah bagi terjadinya pemerasan atau suap.
Agenda kelima, lanjutnya, adalah penguatan aparat penegak hukum. KPK menilai proses penegakan hukum harus akuntabel. Proses pelaksanaan penegakan hukum, kata Johan, harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dengan berbasiskan pada kemanfaatan hukum dan keadilan bagi publik.
"Dengan sendirinya, peningkatan citra positif aparat penegak hukum akan meningkat, seiring dengan kapasitas dan kompetensi dari aparat penegak hukum itu sendiri," sambungnya.
Keenam, agenda untuk mendukung pendidikan nilai integritas dan keteladanan. Menurut Johan, KPK mencermati bahwa akar penyebab korupsi adalah sistem yang buruk dan karakter individu yang cenderung korup. Orientasi kesuksesan hidup yang berdasar hanya pada materi, katanya, membuat nilai-nilai moral semakin "sepi" diajarkan dalam keluarga ataupun lembaga formal.