JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan melakukan pemanggilan paksa terhadap mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein. Pemanggilan paksa dilakukan karena Kivlan tidak memenuhi dua panggilan yang telah dilayangkan Komnas HAM.
Komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah, mengatakan, Komnas HAM telah mengagendakan pemeriksaan terhadap Kivlan sebagai saksi pada 14 Mei 2014. Saat itu, Kivlan tak hadir tanpa alasan. Komnas HAM kemudian melayangkan panggilan kedua pada hari ini, Senin (26/5/2014). Namun, hingga saat ini Kivlan tak kunjung datang.
"Pagi ini pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai seharusnya tim meminta keterangan dari saudara Kivlan Zein sebagai saksi terkait hilangnya 13 aktivis," kata Roichatul di Kantor Komnas HAM, Senin.
Ia menambahkan, Komnas HAM memiliki wewenang untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi jika yang bersangkutan tak menghadiri dua panggilan yang sebelumnya telah dilayangkan. Aturan tersebut diatur di dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
"Dalam hal apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau menolak memberikan keterangannya, Komnas HAM dapat meminta bantuan ketua pengadilan untuk pemenuhan panggilan secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," katanya.
Kivlan sempat membawahkan bidang intelijen di Kostrad saat kesatuan itu dipimpin oleh Prabowo Subianto. Belum lama ini ia mengakui adanya penculikan terhadap sejumlah aktivis pada 1997-1998. Hal itu setelah peristiwa bom di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, pada 1997 dan untuk menjaga keamanan menjelang Sidang Umum MPR RI 1998.
Berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), sebanyak 23 aktivis dihilangkan ketika itu. Seorang di antaranya ditemukan meninggal dunia, yakni Leonardus Gilang, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lain masih hilang hingga kini.
Kivlan menuturkan, Prabowo sudah melepaskan semua aktivis. Namun, Kivlan menduga, setelah para aktivis ini dilepas, ada kelompok kontraintelijen yang kemudian menculik aktivis kembali hingga hilang agar Prabowo menjadi "kambing hitam" dari peristiwa penculikan ini.
Kini Prabowo mencalonkan diri sebagai presiden. Banyak pihak yang menuding Prabowo merupakan dalang di balik penculikan para aktivis.
Komnas HAM pernah mengundang Prabowo untuk meminta keterangan, tetapi putra ekonom Soemitro Djojohadikusumo itu tidak pernah hadir. Komnas HAM sempat meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memanggil paksa Prabowo, tetapi hingga kini surat itu tidak kunjung dikeluarkan. Akhirnya berkas kasus penculikan itu diserahkan ke Kejaksaan Agung RI pada 2006 tanpa menyertakan kesaksian Prabowo yang dianggap tahu seputar kasus penculikan. Hingga kini berkas tersebut tidak kunjung rampung di Kejaksaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.