"KontraS dan berbagai kelompok minoritas dan rentan menyayangkan performa Indonesia yang masih buruk dalam menjamin kebebasan untuk berkumpul dan berserikat. Hal ini secara tegas termuat dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang disusun Pelapor Khusus PBB, Maina Kiai yang akan dipresentasikan pada Juni 2014 mendatang," ujar Direktur KontraS Haris Azhar, Kamis (15/5/2014) di kantor KontraS, Jakarta.
Dalam laporan Pelapor Khusus PBB ini, ujar Haris, Indonesia berdiri sederet dengan negara-negara lain yang bercatatan buruk soal kebebasan beragama seperti Nigeria, Turki, dan beberapa negara di benua Afrika lainnya.
Meski laporan ini tidak secara langsung membahas kebebasan beragama dan berkeyakinan, jelas Azhar, berhubungan erat dengan kebebasan berkumpul dan berorganisasi. Kebebasan berkumpul dan berorganisasi menurut Haris sangat fundamental dalam demokrasi. Jika hal ini digugurkan sejak awal, berpotensi melemahkan elemen negara yang lain.
Haris mencontohkan, perjuangan jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor yang tidak dibolehkan berkumpul untuk beribadah sejak tahun 2008.
"Boro-boro mau ibadah, berkumpul saja tidak boleh," katanya.
Padahal Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan bahwa bangunan GKI legal. Sejak tahun 2010 hingga kini gereja ini masih disegel dan jemaat dilarang beribadah.
Selain itu, tambah Haris, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang memiliki basis organisasi juga terancam dibubarkan oleh Undang-undang Ormas yang baru. "Ini bibit penghancuran demokrasi," tandas Haris.
Untuk itu, imbuhnya, perlu ketegasan Presiden SBY sebelum masa jabatannya berakhir untuk memberikan perlindungan pada kaum minoritas.
"Mungkin dengan mengeluarkan Kepres perlindungan minoritas dan terkait tahun politik ini, SBY perlu membuat pernyataan tegas kepada peserta pilpres untuk tidak mencederai kelompok tertentu atau menjadikan isu ini mainan politik," tegas Haris.
Pelapor Khusus PBB, Maina Kiai mengumpulkan informasi dari seluruh dunia termasuk melalui pertemuan dengan kelompok sipil pegiat HAM di seluruh dunia. Salah satunya dalam pertemuan pegiat sipil HAM di Singapura pada awal 2014 lalu. KontraS yang diundang merekomendasikan perwakilan jemaat GKI Yasmin untuk hadir.
Dalam laporannya, kasus-kasus di Indonesia terangkum dalam halaman 13 poin 4, tertulis : Di Indonesia kelompok minoritas agama seperti Ahmadiyah, Bahai, Kristen, Syiah menghadapi serangan fisik dari kelompok militan Islam dengan keterlibatan penanganan yang minimal dari pemerintah Indonesia.
Ini laporan ketiga di PBB yang memasukkan Indonesia sebagai negara dengan catatan HAM buruk. Sebelumnya laporan dengan tema sama juga dilaporkan pada tahun 2012 dan 2013.