JAKARTA, KOMPAS.com - Keterkenalan seorang kandidat dalam kontestasi politik, tidak menjamin ia dipilih masyarakat. Pemilih sudah dapat membedakan kandidat populer dan yang berkapasitas.
"Masyarakat sudah dapat membedakan dengan jelas antara makna populer dan makna kapasitas," ujar Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/4/2014). Tak terkecuali, ujar dia, dalam konteks pemilu.
Dalam pemilu legislatif, misalnya, Ray mengatakan calon anggota legislatif yang populer akan memiliki tingkat keterpilihan yang tinggi. Artis, misalnya, menurut Ray bisa saja populer di dunianya tetapi bukan siapa-siapa di ranah politik.
Hal serupa terjadi pada caleg berlatar belakang keahlian khusus, yang populer di bidangnya tetapi belum tentu memiliki kapasitas di lapangan politik. Dunia politik, ujar Ray, membutuhkan keahlian sendiri. Faktor ini menurut dia juga berimbas pada anggota DPR yang populer tetapi memiliki kinerja kontroversial.
Kesadaran pemilih, menurut Ray berlaku dalam penghargaan sekaligus penghakiman. Politik di Indonesia, sebut dia, pada tataran tertentu sudah semakin profesional. Ada faktor yang saling terkait antara kecerdasan, keahlian, dan kemandirian.
"Kemampuan kampanye, orasi, meyakinkan orang, mengemukakan ide, dan sebagainya, menjadi keniscayaan. Tanpa kemampuan ini, kita bisa tertinggal dalam politik," imbuh Ray. Dalam rangka inilah, menurutnya, pemilih semakin mandiri untuk menentukan pilihan-pilihannya.
Sementara itu, imbuh dia, faktor suku, agama, ras, dan uang semakin tidak bisa dijadikan pengikat antara pemilih dan yang terpilih. Pendekatan yang lebih personal, ujarnya, dibutuhkan dan menjadi keharusan.
"Istilah 'blusukan' itu bukan sekadar tren. Itu akan menjadi model kampanye yang paling menentukan di masa depan," ujar Ray. Perkiraan perolehan suara partai politik dalam Pemilu Legislatif 2014, menurut dia menunjukkan gelagat popularitas dan elektabilitas tak lagi berjalan beriringan.
Meski begitu, ujar Ray, analisis ini belum berlaku secara umum dan masih butuh kajian mendalam. "Lebih-lebih pemilu saat ini banyak dikacaukan dengan praktik politik uang. Jadi butuh waktu untuk lebih teliti dan mendalam untuk mengambil kesimpulan."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.