Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/04/2014, 16:18 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Partai Gerindra dinilai terlalu jauh masuk dalam ranah agama terkait pandangan partai itu agar negara menjamin kemurnian ajaran agama. Sebagai partai nasionalis, Gerindra seharusnya tidak perlu memasukkan hal itu dalam platform politiknya. Hal tersebut dikatakan dosen Universitas Paramadina, Novriantoni Kahar, di Jakarta, Selasa (22/4/2014).

"Sebagai partai nasionalis, Gerindra sedang pretending to be religious, yang tidak ada bedanya sama PKS (Partai Keadilan Sejahtera), sekalipun tidak memuat hal itu dalam platform politiknya. Jadi, ini bisa dibilang offside," ujarnya.

Novri menduga pandangan tersebut merupakan upaya Gerindra untuk mendapatkan keuntungan secara elektoral. Gerindra, kata dia, mengira hal itu bisa mendapatkan simpati segmen terbesar dari masyarakat.

"Padahal, ini bukan persoalan mayoritas atau minoritas. Partai Gerindra seharusnya cermat dan hati-hati dalam memilih kata dalam platform politiknya," katanya.

Berikut ini pandangan Partai Gerindra soal agama seperti yang termuat dalam Manifesto Partai Gerindra: "Setiap orang berhak atas kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama/kepercayaan. Namun, pemerintah/negara wajib mengatur kebebasan di dalam menjalankan agama atau kepercayaan. Negara juga dituntut untuk menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama."

Manifesto Gerindra itu juga sempat menuai kontroversi di media sosial. Kontroversi ini bermula saat salah satu follower, @DYDIMUS_IFFAT, bertanya di akun Twitter resmi Gerindra @Gerindra.

"@Gerindra Min, apa yang dimaksud dengan "kewajiban negara untuk menjaga kemurnian agama" sebagaimana yang tertuang dalam manifesto partai?"

Admin Gerindra kemudian menjawab, "@ Jangan lagi ada aliran-aliran atau ajaran yang keluar dari konteks keagamaan tersebut. Pemerintah harus mampu menjaga itu."

 Min, bagaimana dengan Ahmadiyah, Syiah, Mormon, Saksi Yehuwa, dll? Apakah mereka akan dirangkul atau disisihkan?

Bung, seluruh WNI harus dilindungi. Jika mereka berada di jalan yang salah, kita buat lembaga untuk membuat mereka jera," jawab admin Gerindra.

Kata "jera" itu yang memicu kontroversi di media sosial. Pernyataan itu kemudian disebar di media sosial. Tak sedikit publik yang mengaitkan pernyataan itu dengan masa lalu bakal capres Gerindra Prabowo Subianto terkait peristiwa penculikan pada 1998.

Belakangan, admin Gerindra memberikan penjelasan, "Di kamus besar Bahasa Indonesia bisa dicek, tidak ada perlakuan jera dengan cara kasar, tetapi dengan cara yang tepat dan benar."

"Jera itu tidak dengan memperlakukan secara kasar, tetapi membuat untuk tidak mengulanginya lagi dengan cara yang tepat," lanjut admin Gerindra.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com