Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membaca Hasrat Politik PDI-P

Kompas.com - 22/04/2014, 06:21 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun ini seharusnya akan menjadi tahun yang baik untuk PDI-Perjuangan. Seluruh "banteng" yang menggerakkan mesin partai semestinya akan mencatat tahun ini sebagai capaian sejarah. Seharusnya, tahun ini adalah sejarah kemenangan di pemilihan umum bagi PDI-P.

Berdasarkan banyak hasil hitung cepat, PDI-P diprediksi akan menang dalam pemilu legislatif. Perolehan suara sah nasional ada di kisaran 19 persen. Namun, angka itu masih jauh dari target yang dipatok PDI-P di kisaran 27,02 persen. Perbedaan capaian dan target inilah yang kemudian memunculkan banyak spekulasi, salah satunya tentang keberadaan friksi di internal partai.

Menanggapi isu friksi tersebut, beberapa petinggi PDI-P berkali-kali membantahnya. Seluruh mesin partai dipastikan solid, menjaga kemenangan pileg, dan siap memenangkan Joko Widodo di arena pilpres.

Bagi PDI-P, 2014 adalah tahun penentuan. Istilah mereka, waktu untuk memetik hasil dari konsolidasi internal yang dilakukan selama 10 tahun berada di luar pemerintahan.

"Sekarang saya kasih kalian seorang jagoan (Jokowi). Kalau kalian enggak memenangkan, maka PDI-P selamanya enggak akan memiliki presiden," kata Megawati saat menyampaikan orasi politiknya di Lapangan Trikoyo, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (5/4/2014).

Namun, kemenangan yang ada di depan mata bisa dengan mudah diraih atau malah justru hilang dan kembali gagal, semua tergantung pada strategi yang digunakan PDI-P. Meski perkiraan perolehan suara yang didapat partai ini jauh dari target, suara mereka masih berada di posisi teratas yang menempatkan PDI-P sebagai masinis dari lokomotif koalisi.

Lagi pula, partai ini punya amunisi lain yang tak ditemukan di partai lain. Amunisi itu bernama Joko Widodo. Pada 14 Maret 2014, Jokowi mendapatkan mandat Megawati untuk menjadi bakal calon presiden dari PDI-P.

Serangan untuk Jokowi memang berdatangan, justru setelah mandat Megawati keluar. Namun, tak dipungkiri sejauh ini elektabilitasnya masih tertinggi. Banyak pengamat pun masih menjagokannya. Maka, keberadaan Jokowi dan perolehan suara terbanyak dalam pemilu legislatif memberi ruang gerak yang lebih leluasa bagi PDI-P untuk menyusun peta koalisi.

Aturan ketat pun dibuat. Namun, baru Partai Nasdem yang terang-terangan berani merapat ke PDI-P. Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo mengatakan, partainya lebih memilih istilah "kerja sama politik" alih-alih koalisi. Arahnya adalah menyamakan persepsi mengelola negara, bukan sekadar bagi-bagi kursi yang sarat dengan praktik transaksional.

Adapun kriteria bakal cawapres untuk Jokowi juga telah disiapkan dan sama ketatnya. Kandidat itu harus punya komitmen menjadi wakil presiden selama lima tahun. PDI-P juga meminta bakal cawapres Jokowi harus mampu menempatkan diri sebagai wakil presiden bila kelak terpilih dan tidak melampaui kewenangan presidennya.

Kriteria selanjutnya, bakal cawapres Jokowi juga harus mampu memperkuat sistem presidensial, memiliki program pro rakyat dan bersungguh-sungguh mengimplementasikan trisakti seperti yang diwariskan oleh Bung Karno. Trisakti adalah doktrin untuk berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Sosok bakal pendamping Jokowi, sebut Tjahjo, dapat dari kalangan politisi maupun profesional. Tjahjo juga menegaskan bahwa partainya tidak berminat membangun kerja sama politik dengan banyak partai. Ia tak ingin meniru gaya pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membangun koalisi gemuk tapi kemudian tak efektif.

"Kita harus belajar dan mencermati gelagat pada koalisi parpol-parpol besar 10 tahun ini yang mayoritas di DPR tapi akhirnya tidak mampu mengambil keputusan yang solid. Kasihan rakyat yang memilihnya," ujar Tjahjo, Senin (21/4/2014). Respons pun berdatangan.

Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, misalnya, langsung bersuara bahwa negara seluas dan sebesar Indonesia ini dikelola tanpa melibatkan banyak golongan. Maka Amien mengusulkan dibangun koalisi gemuk dengan nama koalisi Indonesia Raya. "Kalau itu benar (PDI-P ingin koalisi ramping) maka itu mengecewakan," kata dia.

Koalisi Indonesia Raya, sebut Amien, merupakan penyempurnaan koalisi poros tengah yang pernah dibangun pada Pemilu 1999 dengan dominasi partai-partai papan tengah dan berbasis massa Islam. Dengan nama baru, Amien berharap ruh koalisinya juga diperbarui.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com