JAKARTA, KOMPAS.com - Pemantau pemilu Kemitraan mengungkapkan, praktik politik uang pada Pemilu 2014 terjadi lebih masif, vulgar, dan brutal dibandingkan pemilu terdahulu. Bukan hanya melibatkan peserta pemilu dan pemilih, tetapi juga penyelenggara pemilu.
"Kami banyak mendengar dan menerima laporan, politik uang pada pemilu kali ini sangat masif, vulgar dan brutal. Bahkan, ada yang mengatakan paling brutal dan vulgar dibanding pemilu-pemilu sebelumnya," ujar Penasehat Pemantau Kemitraan Wahidah Suaib di Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Jakarta Pusat, Senin (21/4/2014).
Dia mengatakan, berdasarkan laporan pemantau di lapangan, politik transaksional melibatkan partai, caleg, saksi partai, kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) dan panitia pemungutan suara (PPS). Hal itu dilakukan untuk memenangkan caleg atau partai tertentu.
Wahidah menjabarkan, dari 1.062 orang pemantau di daerah, 129 orang melaporkan telah terjadi pembagian uang atau barang kepada pemilih agar memilih partai atau caleg tertentu menjelang hari pemungutan suara pada 9 April lalu.
"Di Maluku 31 orang pelapor, di Papua 19 orang pelapor, di Jawa Tengah 56 orang pelapor, Sumatera Utara 19 orang pelapor, dan Nusa Tenggara Barat 4 orang pelapor," paparnya.
Adapun pembagian uang atau iming-iming uang atau barang ke KPPS dilaporkan oleh 49 orang pemantau Kemitraan. Kasus itu terjadi di Maluku (17 orang pelapor), Papua (12 orang pelapor), Jawa Tengah (14 orang pelapor), Sumatera Utara (3 orang pelapor), NTB (3 orang pelapor).
"Sedangkan pada hari-H pemungutan suara, terdapat 64 orang pemantau kami yang melapor bahwa melihat sendiri praktik politik uang," katanya.
Wahidah mengatakan, hal tersebut jelas melanggar azas independensi dan profesionalisme yang mestinya dijunjung tinggi penyelenggara pemilu di semua tingkatan. Politik tebar uang ini sangat memprihatinkan karena dilakukan secara terang-terangan dan parahnya sebagai suatu yang lazim.
Tak sedikit pemilih dan caleg geram, mengeluh akan praktik politik yang. Sayang, sedikit yang peduli dan berani terbuka dengan melapor ke pengawas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.