Dia mengatakan, dalam pemilu kali ini, peserta pemilu adalah partai politik dan calon anggota legislatif (caleg) DPD. Namun, caleg DPR berjuang untuk dirinya sendiri, termasuk melakukan kecurangan dan kongkalikong dengan penyelenggara pemilu.
Jimly menuturkan, peluang itu juga ada pada Pemilu 2009. Hanya, menurutnya, caleg belum menyadari sistem pemilu proporsional terbuka.
"Jadi, kali ini sudah terbentuk iklim bagi-bagi duit. Itu sudah biasa. Penyelenggara pun sebenarnya sudah tahu, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Secara umum, ini gejala yang mengkhawatirkan," kata mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu.
Karena kemungkinan kongkalikong antara caleg dan penyelenggara pemilu di bawah, ia meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) sigap mengembalikan hasil pemilu jika dicurangi oleh penyelanggara pemilu di tingkat bawah.
KPU dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga harus menjalankan fungsi pengawasan terhadap jajarannya di bawah.
"Saya bilang, KPU dan Bawaslu seluruh Indonesia menjalankan pengawasan melekat. Kalau ada yang salah, langsung dikoreksi kalau ada masalah di bawah," ujar Jimly.
Dia mengatakan, pasca-pemungutan suara Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April lalu, pihaknya menerima banyak informasi yang menyatakan panitia pemungutan suara (PPS) dan panitia pemilihan kecamatan (PPK) melakukan kecurangan dengan mengakali jumlah perolehan suara calon anggota legislatif (caleg) tertentu.
"Itu dikoreksi dulu, dikembalikan dulu ke hasil sebenarnya. Lakukan dengan cepat," kata dia.