Yoga menjelaskan, pembangunan jalur layang itu mengharuskan beberapa titik trotoar di kawasan tersebut diambil untuk tempat tangga.
"Padahal, kalau kita lihat di jalur itu trotoarnya juga tidak terlalu lebar. Dengan elevated itu orang kan kalau mau ke halte harus naik tangga. Tangga itu harus ngambil trotoar. Lebar tangganya mau berapa meter? Padahal, kalau untuk naik ke atas itu kan butuh tangga yang lebar," kata Yoga kepada Kompas.com di kantor ITDP, Balaikota Jakarta, Senin (14/4/2014).
Selain itu, kata dia, pembangunan jalur layang akan membuat halte berada pada ketinggian yang cukup sulit dijangkau oleh penumpang, mengingat tingginya jalur layang yang diperkirakan akan melebihi lima meter.
"Lagi pula, halte nanti tingginya mau berapa meter. Untuk JPO saja tingginya lima meter, jadi itu pasti lebih dari itu. Nanti malah butuh cost gede, mungkin untuk elevator," ujarnya.
Lebih lanjut, kata Yoga, pembangunan jalur transjakarta layang akan memakan biaya yang cukup tinggi. Karena itu, lanjutnya, alangkah lebih baik jika pembangunan koridor tersebut dibatalkan.
"Busway layang bukan sesuatu yang aneh, di China juga ada. Tapi, kan ketersediaan ruang di bawahnya juga harus luas. Jadi, kami kurang setuju pembangunan koridor ini karena lebih kepada ketersediaan ruangnya yang agak maksa," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo telah menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi DKI akan memulai pembangunan tiga koridor transjakarta pada tahun ini. Sejak dicanangkan pada 2004, transjakarta ditargetkan akan melayani 15 koridor.
Saat ini, transjakarta telah melayani 12 koridor. Koridor 14 merupakan satu dari tiga koridor tersisa yang belum dibangun. Dua koridor lainnya masing-masing koridor 13 (Ciledug-Blok M) dan koridor 15 (Blok M-Kalimalang).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.