Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TNI AD Kembangkan "Drone" dan Satelit Buatan Sendiri

Kompas.com - 07/04/2014, 13:17 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — TNI Angkatan Darat bekerja sama dengan Surya University mengembangkan 15 teknologi alat utama sistem senjata (alutsista). Pengembangan teknologi itu diharapkan mampu mengurangi ketergantungan negara dalam pengadaan alutsista dari negara lain.

Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman mengatakan, proses pengembangan teknologi ini sudah berjalan sejak enam bulan terakhir. Riset yang dilakukan TNI AD dan Universitas Surya itu meliputi nano satellite, gyrocopter, UAV (Unmananned Aerial Vehicles) autopilot atau pesawat tanpa awak (drone), simulasi tembak laser, dan GPS Tracking System APRS (Automatic Package Reporting System).

"Dengan memproduksi sendiri, banyak keuangan negara yang kita hemat. Ini perkembangan Litbang TNI dengan Universitas Surya untuk mendorong para prajurit mengembangkan dan untuk memperbesar hasil," kata Budiman saat peluncuran hasil riset alutsista di Mabes TNI AD, Senin (7/4/2014).

Budiman menjelaskan, salah satu kelebihan pengembangan teknologi alutsista adalah Indonesia dapat memproduksi alat dengan harga relatif jauh lebih murah. Ia mencontohkan, teknologi GPS Tracking System APRS hanya menghabiskan anggaran sekitar Rp 5 juta. Adapun harga peralatan impor mencapai Rp 500 juta. "Kalau produksi sendiri kita bisa menghemat hingga seperseratus dari harga beli dari luar," ujarnya.

Selain dari sisi harga, keuntungan lainnya adalah meminimalkan kemungkinan penyadapan terhadap alutsista tersebut. Pengembangan teknologi Indonesia ini juga dapat menghindari pembelian peralatan yang mungkin berkualitas lebih rendah dari harga sebenarnya.

"Risiko kalau kita beli di luar, pasti alat terhebatnya dipakai sendiri. Layer kedua dia berikan kepada sekutunya dan layer ketiga baru diberikan kepada kita," katanya.

Sementara itu, Rektor Surya University Prof Yohanes Surya mengatakan, sejak awal pihaknya menyambut baik niat TNI AD yang ingin melakukan pengembangan terhadap alutsista miliknya. Ia menuturkan, pada tahun 2010, hanya ada sekitar 13 teknologi asal Indonesia yang dipatenkan secara internasional. Hal itu sangat jauh jika dibandingkan dengan produk Korea Selatan (10.446), China (16.403), dan Amerika Serikat (48.896).

Ia mengatakan, sebetulnya Indonesia memilih banyak ahli atau pakar teknologi. Namun, karena kurangnya perhatian dari pemerintah, maka tidak sedikit dari mereka yang akhirnya justru memilih untuk tinggal di luar negeri.

"Ambil contoh pada riset pembuatan nano satellite. Kita punya ahli yang hebat dan bahkan kita sudah sejajar dengan negara-negara tertentu," katanya.

Ia berharap, melalui kerja sama ini maka terjadi proses transfer teknologi dari universitas ke TNI AD. Menurutnya, tentara dapat dilatih untuk belajar membuat satelit kecil tersebut dari nol. Prajurit bahkan bisa merakit, menyolder, membuat program elektronika, membuat program komputer sampai membuat wadah nano satellite sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com