Jika terpilih sebagai presiden, Anis mengaku akan fokus pada pengembangan sumber daya manusia.
"Saya akan membuat manusia-manusia Indonesia menjadi manusia yang sehat, terdidik, dan makmur. Healthy, educated, and prosper. Dulu kebutuhan pokok manusia masih sandang pangan, dan papan, tapi sekarang sudah berubah menjadi tiga hal itu," ujarnya.
Kesehatan, kata Anies, merupakan hal utama dan pertama yang harus dipenuhi. Dengan kondisi masyarakat yang sehat, menurutnya, banyak keinginan akan terwujud.
"Kesehatan ini harus diubah. Pendekatannya harusnya menjadi tindakan preventif (pencegahan). Kementerian Kesehatan saat ini bukan kementerian kesehatan, tapi kementerian pengobatan," papar Anies.
Sementara itu, di dunia pendidikan, Anies menilai, selama ini pemerintah selalu menekankan pada kurikulum.
"Padahal, guru yang harus jadi kuncinya, bukan kurikulum. Kualitas guru harus diperbaiki. Jumlahnya juga harus ditambah. Kalau perlu, datangkan profesor untuk mengajar di sekolah dan kampus-kampus sehingga efeknya tidak hanya jangka panjang, tapi juga jangka pendek," ujar Rektor Universitas Paramadina itu.
Untuk menciptakan kemakmuran, Anies mengatakan akan melakukan reformasi dalam pembangunan infrastruktur.
"Indonesia ini sangat luas, pembangunan infrastruktur, transportasi publik, pembangunan di bidang energi, itu akan menjadi dorongan utama dalam membangun kemakmuran. Sekarang pembangunan lebih terfokus di Jakarta saja, tidak ada redistribusi," kata Anies.
Selain Anies, uji publik capres ini juga dihadiri oleh kandidat konvensi lainnya, yakni Ali Masykur Musa, Dino Patti Djalal, Gita Wirjawan, dan Irman Gusman. Panitia juga mengundang nama lain di luar konvensi, yakni bakal capres PDI-P Joko Widodo, bakal capres PKB Mahfud MD, dan bakal capres PBB Yusril Ihza Mahendra, tetapi mereka berhalangan hadir.
Nama-nama tersebut muncul berdasarkan kategori Habibie yang menilai capres muda adalah mereka yang berusia 40-60 tahun. Untuk menguji para capres tersebut, hadir pula panelis, yakni pengamat LIPI Indria Samego, pengamat psikologi politik UI Hamdi Muluk, mantan Dubes Indonesia untuk Jerman Eddy Pratomo, dan duta anti-perbudakan Migrant Care, Melanie Subono.