Surat itu juga ditembuskan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut Johan, imbauan tersebut disampaikan kepada Presiden karena KPK menemukan bahwa alokasi dana bansos selama ini tersebar di berbagai kementerian. Agar pengelolaannya efektif, KPK menilai lebih baik jika alokasi dana bansos ditempatkan di satu kementerian, yakni Kemensos.
"Biar fokus. Pengelolaan bantuan sosial itu kan harusnya di Kemensos yang memang bergerak di bidang bantuan sosial itu, ini usulan ya," kata Johan.
Dia juga mengatakan, surat yang dikirimkan KPK kepada Presiden ini berkaitan dengan alokasi dana bansos yang meningkat menjadi Rp 91,8 triliun.
Seperti diberitakan sebelumnya, dana bansos dalam nota keuangan yang semula Rp 55,86 triliun menjadi Rp 91,8 triliun dalam keputusan presiden. Tambahan itu karena adanya perubahan posting sejumlah anggaran dari yang awalnya belanja infrastruktur dan belanja barang menjadi belanja sosial.
"Itu menjadi salah satu alasan ya, penggunaan dana bansos itu tidak signifikan ya. Kalau tidak, KPK mencegah jangan sampai itu digunakan untuuk kepentingan yang lain, kepentingan politik, dan lain-lain," ucap Johan.
Terkait bansos ini, kata Johan, KPK juga telah mengirimkan surat kepada seluruh kepala daerah di Indonesia. Kepada kepala daerah, KPK mengimbau agar pengelolaan dana bansos mengacu pada peraturan menteri dalam negeri yang menganut prinsip akuntabilitas, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan.
"KPK juga minta pelibatan inspektorat daerah, bukan meminta untuk membekukan dana bansos tetapi penggunaan dana bansos harus sesuai aturan," ujarnya.
Menurutnya, surat kepada kepala daerah ini dilandasi kajian KPK terhadap penggunaan dana bansos dan hibah dalam pelaksanaan pemilu kepala daerah (pilkada). KPK menemukan adanya peningkatan penggunaan dana bansos menjelang pilkada.
"Ada yang porsinya lebih dari 15 persen APBD," sambung Johan.
Selain itu, menurutnya, KPK pernah menangani kasus penyelewenangan dana bansos yang modusnya mengalirkan dana tersebut kepada yayasan fiktif.