JAKARTA, KOMPAS.com - Kampanye ”hitam” yang bernuansa suku, agama, dan ras belakangan banyak muncul di media sosial. Akan tetapi, pengawasan terhadap kampanye yang sangat rawan dan dapat merusak kehidupan politik ini belum optimal karena belum adanya aturan yang tegas.
Demikian disampaikan mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim dalam diskusi bertema ”Politik Saling Serang Vs Politik Santun”, di Jakarta, Kamis (20/3).
Menurut Ifdhal, apabila sudah terkait dugaan pidana, pelaku kampanye ”hitam” di media sosial dapat dijerat dengan UU Informasi Transaksi Elektronik.
Sementara itu anggota Badan Pengawas Pemilu Daniel Zuchron menuturkan, ruang lingkup pengawasan kampanye di media sosial tidak diatur secara tegas di UU Pemilu. Oleh karena itu, Bawaslu tidak cukup kuat mengembangkan pengawasan.
UU Pemilu, menurut Daniel, lebih mengatur kampanye di ruang publik, seperti pertemuan terbatas, tatap muka, pemasangan alat peraga, termasuk memasang iklan, baik di media cetak maupun media elektronik.
Cawapres
Sementara itu Ketua DPP PDI-P Sidarto Danusubroto menilai, serangan yang belakangan banyak diterima Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), setelah dia dinyatakan sebagai calon presiden dari PDI-P, adalah hal yang wajar. Pasalnya, elektabilitas Jokowi amat tinggi. Jokowi juga tenang menghadapi berbagai serangan itu.
Bakal cawapres Jokowi, lanjut Sidarto, seharusnya merupakan tokoh nasional. Cawapres itu harus memiliki integritas, kapasitas, dan memenuhi kriteria lain sesuai dengan ketentuan UU.
Politisi senior PDI-P, Sabam Sirait, berpendapat, Jokowi seharusnya diberi keleluasaan untuk memilih sendiri calon wakil presiden. Sebaiknya, pendamping Jokowi bukan dari kader sesama partai.
”Cawapres pendamping Jokowi itu syaratnya, pertama, jangan orang PDI-P. Itu pendapat saya,” ujar Sabam.
Kriteria kedua, sebaiknya usia cawapres itu lebih muda dari Jokowi yang kini berumur 52 tahun. Cawapres itu juga harus mau membantu Jokowi dan menguasai berbagai persoalan, terutama ekonomi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.