Menurut Priharsa, KPK memeriksa Tamsil karena yang bersangkutan dianggap tahu, pernah mendengar, atau melihat perbuatan tindak pidana korupsi yang dituduhkan kepada tersangka.
Saat bersaksi di persidangan, Tamsil mengaku sempat menerima uang berupa cek perjalanan dari Yusuf terkait alih fungsi hutan lindung di Tanjung Api-api. Namun, uang itu diakui Tamsil telah dikembalikan. Bukan hanya itu, Tamsil mengaku pernah disodori uang dalam amplop oleh Anggoro terkait SKRT. Namun, Tamsil juga mengaku telah menolak pemberian uang tersebut. Menurut Tamsil ketika itu, anggaran untuk SKRT sebenarnya sudah diusulkan agar dibatalkan di DPR.
Menyadari kemungkinan anggaran untuk proyek itu ditolak DPR, kata Tamsil, Anggoro mengajaknya bertemu. Pada pertemuan itu Anggoro menjelaskan bahwa SKRT merupakan program government to government. Menurut Anggoro, DPR tidak bisa memutuskan kerja sama itu karena merupakan bantuan loan dari Amerika Serikat. Pada Oktober 2007, Dewan pun menyetujui anggaran SKRT.
Departemen Keuangan, kata Tamsil, meminta agar program itu diteruskan. Yusuf Erwin Faishal sendiri diduga menerima uang senilai Rp 125 juta serta 220.000 dollar AS dari Anggoro Wijaya dan David Angkowijaya. Menurut jaksa, uang tersebut sebagai imbalan atas jasanya membantu persetujuan anggaran pada program revitalisasi gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan.