Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panglima TNI: Pengamanan Mantan Presiden dan Wapres Bukan Barang Baru

Kompas.com - 08/03/2014, 05:30 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamanan terhadap mantan Presiden dan Wakil Presiden bukan barang baru. Menurut Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko, pengamanan terhadap mantan Presiden dan Wakil Presiden tersebut dulunya dilakukan secara tidak formal.

"Dulu sudah terjadi, sudah berjalan. (Namun), pengamanan itu hanya pengamanan tidak formal," kata Moeldoko di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (7/3/2014). Karena sifatnya pengamanan yang tidak formal, menurut Moeldoko, pengendalian dan pembinaannya menjadi sulit dan tidak terukur dengan standar tertentu.

Karenanya, kata Moeldoko, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) membentuk Grup D yang khusus mengamankan mantan presiden dan wakil presiden. Dengan pengorganisasian ini, ujar dia, akan menjadi jelas pengendalian dan pemenuhan kebutuhan Paspampres yang mengawal para mantan presiden dan wakil presiden.

"Daripada (tidak formal seperti) sekarang. (Padahal) ada mantan presiden sekian orang, mantan wapres sekian orang, kan enggak elok, pengendaliannya jadi susah," imbuh Moeldoko. Menurut dia rancangan pembentukan Grup D Paspampres ini sudah ada sejak 2012.

Kajian terkait pembentukan Grup D ini pun, kata Moeldoko, sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari. "Kan enggak seminggu, dua minggu kajian. Kami harus evaluasi data tersebut, keuntungan, kerugian, (bertemu) kepala komandan satuan untuk diskusi," katanya.

Moeldoko juga mengklaim anggaran pembentukan Paspampres Grup D ini wajar. Menurutnya, Paspampres tidak akan memaksa jika ada mantan presiden atau wakil presiden yang menolak dikawal Grup D. Jika pun ditolak, kata dia, Grup D Paspampres ini akan tetap jalan.

"Sangat personal, kalau bilang tidak perlu, tidak apa-apa, yang penting tugas kami sudah menyiapkan, secara aturan sudah disiapkan, kalau beliau-beliau tidak perlu, tidak apa-apa. Saya siapkan itu dengan harapan beliau-beliau itu fasilitas negara digunakan," ujar Moeldoko.

Seperti diberitakan sebelumnya, pembentukan Grup D Paspampres ini dipertanyakan karena baru dikeluarkan saat ini. Pengamat politik senior J Kristiadi, misalnya, mempertanyakan mengapa kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2013 itu baru dikeluarkan sekarang.

Kristiadi menilai kebijakan itu keliru karena saat ini rakyat menginginkan sikap pemimpin yang negarawan dan populis. Moeldoko sebelumnya juga membantah bahwa pengadaan Grup D Paspampres terkait dengan perkembangan kondisi politik dan hukum. Ia membantah pula jika pengadaan Grup D Paspampres ini dikatakan sebagai perintah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurut Moeldoko, pengadaan Grup D Paspampres bermula dari evaluasi Paspampres, yang kemudian diajukan ke Panglima TNI. Sebelumnya, Paspampres telah memiliki tiga grup, yaitu grup A untuk mengawal presiden, grup B untuk mengawal wakil presiden, dan grup C untuk mengawal VVIP, termasuk tamu negara serta para mantan presiden dan wakil presiden.

Grup D Paspampres adalah grup bentukan baru yang khusus mengawal mantan presiden beserta pasangannya. Satu tim akan diperkuat 30 orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com