Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dimyati Kewalahan Hadapi Tim Pakar Seleksi Calon Hakim MK

Kompas.com - 03/03/2014, 17:20 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Calon hakim Mahkamah Konstitusi Dimyati Natakusuma kewalahan menjawab pertanyaan dari Tim Pakar seleksi calon hakim konstitusi. Bahkan, ada Tim Pakar yang berulang kali mengulang pertanyaannya karena Dimyati melontarkan jawaban yang tidak sesuai.

Anggota Tim Pakar yang pertama kali membuat Dimyati kewalahan adalah Natabaya. Profesor yang hari ini genap berusia 72 tahun itu meminta Dimyati menjawab mengapa dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950 tidak mengatur mengenai uji materi (judicial review). Namun jawaban Dimyati sangat tidak memuaskan.

"Karena tahun 1950 itu tidak ada MK," kata Dimyati saat mengikuti uji kelayakan dan uji kepatutan calon hakim konstitusi di ruang rapat Komisi III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2014).

"Bukan karena itu. Saya ingin tahu penguasaan Anda," kata Natabaya setelah mendengar jawaban Dimyati.

Di tengah jalannya uji kelayakan, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding ikut berbicara. Ia berkelakar akan memberikan waktu yang dimiliki fraksinya untuk bertanya kepada Natabaya.

"Prof, waktu Hanura saya serahkan pada Prof saja," kata Sudding disambut tawa orang yang mengikuti proses uji kelayakan tersebut.

Sebagai pertanyaan penutup, Natabaya memberikan pertanyaan lain. Ia meminta Dimyati memberikan jawaban tentang mana yang dianggapnya lebih besar antara negara dengan konstitusi. Dimyati menjawab, "(lebih besar) negara, karena terdiri dari tanah dan air."

Mendengar jawaban Dimyati, Natabaya langsung meralatnya. "Salah. Negara itu terdiri dari tiga hal, rakyat, pemerintah, dan Undang-Undang. Nah, konstitusi itu ada dalam Undang-Undang. Begitu penjelasannya," ujar Natabaya.

Tim Pakar selanjutnya, Lauddin Marsuni, juga membuat Dimyati kewalahan. Lauddin meminta komitmen Dimyati pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP) jika nanti terpilih sebagai hakim MK. Selain itu, Lauddin juga meminta tanggapan pada Dimyati yang dianggapnya akan menyusahkan KPU karena mencalonkan diri sebagai hakim MK. Pasalnya, Dimyati sudah ditetapkan sebagai calon anggota legislatif DPR RI di daerah pemilihan DKI Jakarta III.

"Surat suara sudah dicetak, bagaimana kalau nanti jadi hakim MK? Kan itu menyusahkan KPU. Sedangkan negarawan itu enggak boleh menyusahkan, tapi menyelesaikan," ucap Lauddin.

"Luar biasa, pertanyaan Tim Pakar begitu dalam," kata Dimyati saat mendengar pertanyaan Lauddin.

Setelah beberapa lama, Dimyati tak kunjung memberi jawaban sesuai dengan substansi pertanyaan. Hal ini membuat Lauddin berkali-kali menjelaskan maksud dari pertanyaannya, tetapi tetap tak berhasil. Pada akhirnya, Lauddin memberikan pertanyaan kunci. Ia bertanya apakah Dimyati telah meminta izin pada PPP saat akan mendaftar sebagai calon hakim konstitusi.

"Anda izin ke partai?" tanya Lauddin. Dimyati mengangguk dan menjawab "secara lisan."

Lalu Lauddin melontarkan pertanyaan lain. "Anda di sini (menjadi anggota DPR) karena rakyat atau partai?"

"Rakyat," jawab Dimyati.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com