Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukat UGM: Pembahasan RUU KUHP Telah Lupakan Sejarah

Kompas.com - 01/03/2014, 13:16 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada, Oce Madril menilai, pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dianggap telah melupakan sejarah. Pasalnya, ada upaya mengembalikan pasal penanganan korupsi ke dalam KUHP.

"Ini sejarah panjang. UU Tipikor itu ditangani dengan cara khusus. Dan ini jadi problematik secara sejarah," kata Oce dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (1/3/2014).

Oce menerangkan, sejarah pemberantasan korupsi telah dimulai sejak Indonesia merdeka. Saat itu pada tahun 1950-an, KUHP dianggap tidak dapat mengakomodir penanganan kejahatan korupsi yang terus berkembang. "KUHP saat itu menyebutnya kejahatan jabatan," ujarnya.

Kemudian, pada 1960-an, parlemen saat itu berpikir bahwa penanganan korupsi harus ditangani dengan UU khusus. Pasalnya, korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa yang dapat merugikan perekonomian dan keuangan negara. Lebih jauh, ia mengatakan, saat itu Indonesia sedang fokus pada upaya pembangunan dan penguatan ekonomi. Sehingga, dimulailah pembahasan untuk mengeluarkan pasal-pasal tentang korupsi dari KUHP.

"Dan tahun 1971 disahkan UU Tipikor. Itu mengambil kejahatan jabatan," katanya.

Kemudian pada 1999, Majelis Permusyawaratan Rakyat saat itu menilai banyak ketidakpuasan dengan UU khusus produk tahun 1971. Indonesia yang baru saja meninggalkan Orde Baru dan masuk ke era reformasi. Menurut Oce, banyak kasus korupsi yang mencuat di permukaan. Akhirnya pada tahun 2001, kembali dikeluarkan UU khusus yang mengatur penanganan korupsi tersebut. Tidak hanya itu, UU khusus itu juga dilengaki dengan lembaga khusus yang menangangi persoalan korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Saat itu kepolisian dan kejaksaan diniliai tidak efektif dalam memberantas korupsi. UU yang mengatakan, di pertimbangan hukum mengatakan lembaga hukum yang ada tidak efektif dan efisien. Maka kita butuh KPK," ujarnya.

Oce menambahkan, rencana untuk mengembalikan pasal korupsi ke dalam KUHP telah menjungkir-balikkan logika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com