"Karena itu kami mengajak PDI-P mengusut operasi ini dengan membuat angket penyadapan," ujar Fahri di Jakarta, Jumat (21/2/2014).
Fahri menuturkan, PKS sudah sering menyatakan bahwa ada kekosongan terkait aturan penyadapan di Indonesia setelah Mahkamah konstitusi (MK) membatalkan mandat PP Penyadapan dari Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 Pasal 31 ayat 4. Oleh karena itu, kata Fahri, kekosongan aturan ini sangat mungkin dipakai untuk melakukan penyadapan secara ilegal. Terlebih, perkembangan teknologi saat ini cukup pesat.
"Sangat disayangkan bahwa jika para pejabat Indonesia tidak peduli dengan ini semua padahal sudah jelas mereka tersadap. Karena itu, saya malah cemas bahwa sikap diam ini justru karena mereka berada dalam intimidasi atau paling tidak mereka saling sandera," kata Fahri.
Anggota Komisi III DPR ini pun menantang PDI-P untuk berani keluar dari stigma politik saling sandera itu. "Maka mari kita bikin angket untuk melacak sudah seberapa jauh infiltrasi penyadapan ilegal dalam hidup kita. PKS siap dengan siapa pun yang mau membongkar skandal jahat yang melanggar HAM Ini," katanya.
Selama ini, PKS selalu memposisikan diri sebagai "korban" dalam kasus pengungkapan dugaan korupsi yang dilakukan mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq. PKS berdalih banyak kejanggalan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyadap Luthfi.
Sementara PDI-P baru-baru ini mengungkapkan kasus penyadapan yang terjadi pada Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. PDI-P membeberkan ada tiga alat sadap yang ditemukan di rumah dinas Jokowi. Partai berlambang banteng ini menduga penyadapan terjadi karena kepentingan politik para pesaing PDI-P dan Jokowi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.