JAKARTA, KOMPAS.com
Tarif suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar untuk mengurus penanganan perkara sengketa pemilihan umum kepala daerah diduga bervariasi, Rp 500 juta-Rp 20 miliar, untuk satu perkara. Akil juga diduga telah menerima suap sejak masih menjadi hakim konstitusi biasa.

Dari dokumen-dokumen yang dihimpun, tarif suap Akil yang paling murah adalah saat mengurus sengketa Pilkada Kabupaten Lampung Selatan, yakni Rp 500 juta. Adapun tarif uang suap Akil yang termahal adalah saat meminta Rp 20 miliar ke pihak yang ingin dimenangkan dalam perkara sengketa Pilkada Kota Palembang, Sumatera Selatan.

Akil akan menghadapi sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebagai terdakwa pada hari ini, Kamis (20/2/2014). Dugaan kejahatan korupsi Akil selama menjadi hakim konstitusi dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) akan dipaparkan KPK pada persidangan tersebut. Salah satunya soal tarif uang suap kepada Akil yang ditetapkan ke sejumlah pihak yang ingin menang dalam penanganan perkara sengketa pilkada.

Pengacara Akil, Tamsil Sjoekoer, mengaku kaget dengan dibeberkannya sejumlah sangkaan penerimaan suap kepada kliennya dalam menangani perkara pilkada di MK.

Menurut Tamsil, selama dalam pemeriksaan penyidik, Akil memang tak pernah sekali pun ditanyakan pemberian-pemberian dalam menangani perkara sengketa pilkada itu. ”Selama dalam pemeriksaan, hal itu enggak disinggung,” kata Tamsil, kemarin.

15 pilkada

Akil diduga menerima uang suap dalam sejumlah penanganan perkara sengketa pilkada di 15 daerah, yakni Kota Palembang (Rp 20 miliar), Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Lebak (Rp 1 miliar), Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar Amerika Serikat), Lampung Selatan (Rp 500 juta), Pulau Morotai (Rp 2,9 miliar), Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), Buton (Rp 1 miliar), dan Provinsi Banten (Rp 7,5 miliar).

Selain itu, ada juga sengketa pilkada di sejumlah daerah di Papua, seperti Kota Jayapura, Kabupaten Nduga, Merauke, Asmat, dan Boven Digoel. Untuk uang suap agar memenangkan sengketa pilkada di beberapa daerah di Papua itu, Akil diduga menerima dari mantan Wakil Gubernur Papua Alex Hasegem sebanyak Rp 125 juta.

Tak hanya uang, Akil juga diduga memberikan janji untuk memenangkan sengketa Pilkada Jawa Timur. Dalam Pilkada Jatim, tadinya Akil juga dijanjikan akan mendapatkan uang sebesar Rp 10 miliar. Namun, pemberian tersebut urung dilakukan karena pada saat yang bersamaan Akil keburu ditangkap KPK karena menerima suap dalam pengurusan Pilkada Empat Lawang.

Tamsil mengaku tak banyak mengetahui keterangan saksi-saksi lain dalam perkara Akil yang menyebutkan, kliennya menerima uang suap seperti yang disangkakan oleh KPK.

”Kami juga enggak tahu KPK punya alat bukti apa untuk membuktikan sangkaan terhadap Pak Akil,” katanya.

Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, terkuaknya dugaan penyuapan dalam penanganan perkara sengketa pilkada di MK dalam waktu yang lama itu harus membuat MK mawas diri.

KPK juga akan menawarkan mekanisme pengawasan internal yang ketat kepada MK agar lembaga itu kembali mendapatkan kepercayaan publik. (BIL)