JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat didesak segera mengajukan nama untuk mengisi panel ahli yang akan menyeleksi hakim Mahkamah Konstitusi. Kekosongan hakim konstitusi dinilai perlu segera diisi untuk menghadapi gugatan sengketa pemilu 2014. Jika tidak, dikhawatirkan proses hukum dalam rangkaian Pemilu 2014 akan terganggu.
"Jika DPR main-main dalam melaksanakan tugas konstitusionalnya, maka saya mencurigai tidak ada itikad baik dari DPR sendiri untuk mendelegitimasi MK dan merusak proses hukum dalam pemilu ke depan," kata peneliti Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar, di Jakarta, Rabu (12/2/2014).
Saat ini, hakim konstitusi berjumlah delapan orang pascatertangkapnya Mantan Ketua MK, Akil Mochtar, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Jumlah tersebut akan berkurang karena Harjono bakal pensiun per April 2014. Jumlah itu bisa kembali berkurang menjadi lima hakim konstitusi bila pengajuan banding SK Pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida oleh pemerintah gagal.
"Kalau tinggal lima berarti MK tidak bisa berjalan yang berarti proses hukum dalam pemilu akan mati juga," imbuhnya.
Erwin mengatakan, seharusnya panel ahli sudah terbentuk minggu ini atau paling lambat akhir Februari 2014. Tiga lembaga, yaitu Kepresidenan, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial sudah resmi mengajukan nama anggota panel ahli hakim MK.
Dari unsur Kepresidenan, ada nama Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein. Dari unsur Mahkamah Agung, ada nama Bagir Manan. Sementara dari unsur KY, ada nama Achmad Putra Zen, Achmad Sodiki, Syafi'ie Ma'arief, dan Todung Mulya Lubis.
"Presiden sudah siap, MA sudah siap, KY sudah siap. DPR saja yang belum siap," katanya.
Ia mempertanyakan sikap DPR yang dinilainya memiliki itikad buruk untuk mendelegitimasi mahkamah. Terlebih lagi, kata dia, DPR akan reses pada bulan Maret 2014. "Apa DPR tidak memikirkan nasib MK ke depan?," tanyanya.
Seperti diberitakan, setelah UU MK direvisi, ada perubahan dalam proses rekrutmen hakim konstitusi. Ada tiga substansi penting dalam revisi tersebut. Pertama, penambahan persyaratan menjadi hakim konstitusi dengan latar belakang partai politik harus terlebih dulu non-aktif selama minimal 7 tahun dari partainya.
Kedua, soal mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi dari presiden, DPR, dan MA yang harus terlebih dulu di seleksi oleh panel ahli yang dibentuk Komisi Yudisial. Ketiga, soal perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang dipermanenkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.