JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Jazuli Juwaini mengaku dimintai keterangan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait pelayanan dan pelaksanaan haji. Jazuli dipanggil dalam kapasitasnya sebagai mantan anggota Komisi VIII, komisi yang bermitra dengan Kementerian Agama.
"Saya diundang ke KPK ini bukan saksi apalagi tersangka, bukan juga terperiksa. Saya dimintai pendapat dan masukan keterangan seputar pelayanan penanganan haji atas nama institusi komisi VIII. Disangkanya saya masih komisi VIII, padahal saya sudah komisi II. Sebelumnya ada Bu Ida fauzia, ketua komisi VIII, Pak Gondo, seluruh pimpinan dan seluruh komisi VIII, ada Pak Nurul ketua poksi Demokrat," kata Jazuli di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (6/2/2014), seusai dimintai keterangan.
Menurut Jazuli, penyelenggaraan haji yang diurus Kementerian Agama selama ini banyak kekurangannya. Salah satunya, yang berkaitan dengan tabungan haji. "Pelaksanaan haji itu harusnya kita berkaca seperti umpamannya di Malaysia kan ada tabung haji, bagaimana tabung haji ini bisa bekerja maksimal," kata Jazuli.
Oleh karena itu, lanjutnya, Komisi VIII DPR pernah mengusulkan undang-undang pembentukan badan haji dengan harapan memperbaiki penyelenggaraan haji ke depannya. "Supaya lebih fokus, supaya pelaksanan dan penyelenggaran lebih bagus kedepannya," ujar Jazuli.
KPK tengah menyelidiki pengelolaan dana haji tahun anggaran 2012-2013. Pada Senin (3/2/2014), KPK meminta keterangan anggota Komisi VIII DPR Hasrul Azwar terkait penyelidikan ini.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, dalam proses penyelidikan ini tim KPK mengumpulkan data dan keterangan terkait. Jika nantinya ditemukan dua alat bukti yang cukup mengindikasikan tindak pidana korupsi, KPK akan menetapkan tersangkanya.
Menurut pemberitaan sebelumnya, sekitar Januari 2013, KPK mulai menelaah laporan masyarakat mengenai pengelolaan dana haji. Direktorat Pencegahan KPK juga telah mengerjakan kajian mengenai dana haji tersebut.
Masih di tahun yang sama, KPK mengirimkan tim ke Mekkah untuk memantau langsung pelaksanaan haji 2013. Johan ketika itu mengatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan hasil audit Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai kejanggalan pengelolaan dana haji.
PPATK telah mengaudit pengelolaan dana haji periode 2004-2012. Dari audit tersebut, PPATK menemukan transaksi mencurigakan sebesar Rp 230 miliar yang tidak jelas penggunaannya.
Selama periode tersebut, dana haji yang dikelola mencapai Rp 80 triliun dengan imbalan hasil sekitar Rp 2,3 triliun per tahun. Namun, dana sebanyak itu disinyalir tidak dikelola secara transparan sehingga berpotensi dikorupsi.
Terkait pengelolaan dana haji ini, KPK pernah meminta pemerintah menghentikan sementara pendaftaran calon haji. KPK mensinyalir ada indikasi tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji, terutama terkait pengelolaan dana setoran awal yang diserahkan calon jemaah kepada pemerintah.
KPK juga beranggapan pendaftaran jemaah secara terus-menerus akan menyebabkan jumlah setoran awal terus bertambah. Padahal, kuota jemaah haji relatif sama dari tahun ke tahun. Kondisi ini berpotensi menciptakan peluang korupsi, misalnya dengan memainkan nomor antrean haji untuk mendapatkan imbalan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.