"Ada tiga alasan yang bisa dijadikan dasar untuk menghentikan pembahasan Revisi KUHAP yang dilakukan di Komisi yang Ketua Pokja-nya Azis Syamsuddin dari Golkar," kata Bambang, melalui pesan singkat, Kamis (6/2/2014).
Alasan pertama, kata Bambang, waktu pembahasan tergolong sempit jika dibandingkan dengan masalah dalam revisi KUHAP yang substansial dan kompleks. Masa kerja anggota DPR periode 2009-2014, katanya, tinggal 108 hari kerja.
"Sementara DIM (daftar inventarisasi masalah) cukup banyak, sekitar 1.169 dan pasal yang dibahas sangat banyak," kata Bambang.
Alasan kedua, menurut Bambang, naskah tandingan RUU KUHAP yang di tangan KPK lebih memadai dibandingkan naskah yang diserahkan Kementerian Hukum dan HAM kepada DPR beberapa waktu lalu.
Bambang mengklaim, naskah RUU KUHAP tandingan yang disusun KPK tersebut lebih mampu menjelaskan secara utuh masalah fundamental KUHAP mendatang serta solusinya. Kemudian alasan ketiga, lanjut Bambang, pembahasan RUU KUHAP di DPR ini tidak melibatkan KPK.
"Rakyat sang pemilik kedaulatan justru disingkirkan dalam seluruh pembahasan yang saat ini terjadi. Begitu pun dengan KPK sebagai user, tidak pernah sekalipun diajak berpartisipasi," tuturnya.
Kementerian Hukum dan HAM menyerahkan naskah RUU KUHAP dan RUU Hukum Pidana (KUHP) kepada Komisi Hukum DPR pada 6 Maret 2013. Kedua draf regulasi tersebut masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional periode 2009-2014. Setelah menerima kedua naskah itu, DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) Pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang dipimpin Aziz Syamsudin, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya, dengan 26 orang anggota dari berbagai fraksi.
Panja telah memanggil sejumlah pihak terkait, kecuali KPK, untuk membahas RUU KUHAP. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum sebelumnya mengindentifikasi 12 poin RUU KUHAP yang berpotensi melemahkan KPK.
Kedua belas poin itu adalah dihapuskannya ketentuan penyelidikan; KUHAP berlaku terhadap tindak pidana yang diatur di luar KUHP; penghentian penuntutan suatu perkara; tidak adanya kewenangan memperpanjang penahanan dalam tahap penyidikan; masa penahanan tersangka lebih singkat; hakim dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik; penyitaan harus mendapat izin hakim; penyadapan harus mendapat izin hakim; penyadapan (dalam keadaan mendesak) dapat dibatalkan oleh hakim; putusan bebas tidak dapat dikasasi di Mahkamah Agung; putusan Mahkamah Agung tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi; serta ketentuan pembuktian terbalik yang tidak diatur dalam KUHAP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.