JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Jaya Baya Lely Arianie mengatakan, koalisi Partai Demokrat dengan PDI Perjuangan dalam pemerintahan selanjutnya kemungkinan besar tidak akan terjadi. Alasannya, luka masa lalu antara Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono saat Pilpres 2004 yang masih akan menghadang koalisi.
Lely mengatakan, Megawati dan SBY memiliki sejarah politik yang kurang harmonis, tepatnya ketika SBY memutuskan mundur sebagai Menkopolhukam di pemerintahan Megawati untuk mendirikan Demokrat dan maju sebagai calon presiden.
"Di balik sikap Mega yang diam, irit bicara, tapi itu cukup menceritakan semuanya," kata Leli saat dihubungi, Rabu (5/2/2014).
Dengan pertimbangan tersebut, Lely menilai PDI Perjuangan akan lebih terbuka membuka pintu koalisi untuk partai lain. Salah satu partai yang dianggapnya cocok berkoalisi dengan PDI Perjuangan jika dilihat dari sisi historis dan visi, yakni Partai Golkar.
"Meski tak ada musuh abadi dalam politik, tapi saya yakin Mega akan konsisten dengan pendiriannya," ujar Lely.
Seperti diberitakan, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan mengatakan partainya akan lebih senang jika berkoalisi dengan PDI Perjuangan di 2014. Menurutnya, komando di PDI Perjuangan lebih jelas ketimbang partai lain yang saat ini berkoalisi dengan Demokrat.
Pohan menjelaskan, PDI Perjuangan patuh pada semua instruksi Ketua Umumnya. Hal itu berbanding terbalik dengan PKS yang saat ini berkoalisi tapi justru sering menentang pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan, Pohan menyebut koalisi bisa dilakukan lantaran hubungan SBY-Mega cukup harmonis.
Seperti diketahui, hubungan SBY-Megawati dinilai tak harmonis sejak saling berhadapan pada Pemilu Presiden 2004. Sejak SBY menjadi presiden tahun 2004, Megawati nyaris tak pernah hadir dalam acara kenegaraan di Istana. Setiap peringatan HUT RI, Megawati memilih memperingatinya di Kantor DPP PDI-P di Lenteng Agung, Jakarta.