"Peserta pemilu itu kan bukan hanya parpol, tapi juga calon DPD. Fasilitas dana saksi parpol di TPS (tempat pemungutan suara) melanggar asas adil karena pemberian dana saksi hanya diberikan untuk parpol, sedangkan dana saksi calon DPD diabaikan," ujar caleg DPD dari Provinsi DKI Jakarta Ramdansyah, seusai menemui anggota Bawaslu, Daniel Zuchron, di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (3/2/2014).
Ia mengatakan, Bawaslu telah melanggar Pasal 74 Ayat a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Menurutnya, UU itu mengatur bahwa Bawaslu tidak boleh bersikap diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
"Dengan hanya memperjuangkan dana saksi untuk parpol, itu artinya Bawaslu sudah bersikap parsial," kata mantan Ketua Panwaslu DKI Jakarta itu.
Meski merasa diperlakukan diskriminatif, Ramdansyah menyatakan, pihaknya tidak meminta Bawaslu memperjuangkan dana saksi untuk caleg DPD. Ia mengaku akan tetap menolak jika negara juga membiayai honor saksi caleg DPD.
"Yang utama, kami menolak dana saksi untuk parpol itu. Kalau ternyata Bawaslu juga memfasilitasi dana saksi calon DPD, kami akan menolaknya," lanjutnya.
Dalam pertemuannya dengan anggota Bawaslu, Ramdansyah mengatakan telah meminta lembaga itu menolak menjadi penyalur dana kepada saksi parpol di TPS. "Daniel tadi mengatakan, dana saksi parpol itu permintaan parpol, bukan dari Bawaslu. Kalau bukan dari Bawaslu, ya tolak. Ngapain Bawaslu jadi perpanjangan tangan parpol?" katanya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk membayar saksi parpol yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan parpol. Setiap saksi akan dibayar Rp 100.000 untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Untuk honor saksi parpol, pemerintah menganggarkan Rp 660 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.