JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana penggelontoran uang negara untuk membiayai saksi di tiap tempat pemungutan suara (TPS) terus menuai penolakan. Petisi mulai digulirkan agar kebijakan itu dibatalkan.
Petisi penolalakan dimotori oleh Pranistara Wiroso, warga Jakarta Barat. Ia mengklaim petisinya telah ditanda tangani hampir 3.000 warga dari berbagai daerah.
"Kesulitan partai politik untuk menghadirkan saksi di setiap TPS dapat dimengerti, tapi APBN sudah terbebani partai. Bantuan ini rawan korupsi jika tanpa mekanisme yang jelas," kata Pranistara melalui pernyataan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (2/2/2014).
Warga yang mendukung, kata dia, berasal dari Jakarta, Tangerang Selatan, dan Jawa Barat. Semua menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan membatalkan dana untuk saksi partai politik.
Tifarie Luesas, warga lainnya yang ikut menandatangani petisi, menuturkan, saksi yang memang ingin mengawal Pemilu 2014 seharusnya bekerja secara sukarela. Minimal, cukup dijamin fasilitas seperti tempat dan konsumsi selama menjadi saksi di TPS.
"Tidak perlu sampai dibayar. Kebanyakan parpol, sampai minta diawasi segala. Padahal banyak bidang lain yang butuh, misalnya daerah yang terkena bencana," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, tokoh pers Abdullah Alamudi juga ikut menandatangani petisi tersebut mendukung jika dana untuk saksi partai politik sekitar Rp 700 miliar dialihkan untuk korban bencana alam di beberapa wilayah di Indonesia.
Abdullah menambahkan, akan sama bijaknya jika dana tersebut digunakan untuk mempercepat penyelesaian banjir di Jakarta. Misalnya untuk membangun waduk, normalisasi sungai, atau membangun rumah susun untuk merelokasi warga yang tinggal di bantaran sungai.
"Jangan bebani rakyat untuk kepentingan partai politik," kata Abdullah.
Pendiri Change.org Indonesia Arief Aziz berharap adanya tanggapan serius atas permasalahan yang diangkat oleh Pranistara. Ia menganggap tuntutan petisi itu masuk akal karena publik khawatir terjadi kisruh dan rawan dikorupsi.
Menurutnya, masalah ini semakin pelik karena partai kesulitan menggalang iuran anggotanya sehingga bergantung pada segelintir pemodal besar yang menjadi kadernya.
"Reformasi pendanaan partai perlu, sambil memastikan keterbukaan dan batasan pengeluaran dana kampanye partai yang selama ini justru kurang diketahui publik," katanya.
Seperti diberitakan, pemerintah berencana membayar saksi partai politik yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan partai politik.
Rencananya, setiap saksi dibayar Rp 100.000 untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Keputusan itu menuai penolakan dari beberapa partai. Semua fraksi di DPR juga masih berbeda pandangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.