Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah Tak Gubris Somasi Presiden SBY

Kompas.com - 28/01/2014, 17:02 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR Fahri Hamzah mengaku tak akan menggubris somasi yang dilayangkan tim advokat dan konsultan hukum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarga. Pasalnya Fahri menganggap tim kuasa hukum Presiden SBY tak mengerti permasalahan dan amatir.

Fahri menjelaskan, dalam kop surat tersebut tertulis kata-kata "Presiden RI" yang memosisikan SBY sebagai presiden dan bukan sebagai warga negara biasa. Padahal Fahri merasa tak pernah memiliki masalah apa pun dengan Presiden SBY.

"Tolong digarisbawahi, ada tulisan 'presiden' di kop suratnya. Berarti dia menggunakan wibawa publik, ini karena lembaga hukumnya amatir," kata Fahri kepada para wartawan di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (28/1/2014).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu melanjutkan, dalam surat yang dikirim oleh tim advokat Presiden SBY juga hanya tertera undangan untuk mengklarifikasi pernyataan Fahri bahwa KPK harus memanggil Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas terkait keterlibatannya dalam skandal Hambalang.

Fahri menjelaskan, pernyataannya tentang Ibas merupakan analisis hukum untuk memacu kinerja KPK, dan dirinya merasa berhak menyampaikannya karena duduk sebagai anggota komisi hukum di DPR. "Ini bukan somasi, tapi undangan klarifikasi. Dalam hukum enggak dikenal terminologi mengundang ini. Jadi enggak ada kewajiban saya untuk tunduk, patuh, dan sebagainya," ujar Fahri.

Selanjutnya, Fahri mengkritik tim advokat Presiden SBY karena tak memahami hak imunitas yang dimiliki oleh tiap anggota DPR. Terlebih sebagai anggota Komisi III DPR, dirinya merasa memiliki fungsi pengawasan atas KPK sebagai mitra kerja.

"Pernyataan saya di media untuk KPK agar bertindak imparsial dalam penegakan hukum karena ini merupakan spirit yang menjadi tolak ukur keadilan. Jadi bukan hanya soal Ibas," pungkasnya.

Sebagai informasi, tim advokat Presiden SBY dan keluarga mengirim surat untuk Fahri pada 17 Januari 2014. Dalam surat tersebut, Fahri diminta hadir pada 27 Januari 2014 untuk menyampaikan klarifikasinya karena mengatakan Ibas tak juga dipanggil KPK padahal telah disebut menerima uang dari proyek Hambalang.

Tim advokat Presiden SBY dan keluarga menilai Fahri telah menyebarkan informasi yang tidak benar, melukai, dan menyerang kehormatan Ibas. Namun, sampai batas waktu yang ditentukan, Fahri tak memenuhi undangan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com