"Keserentakan itu menjadi hal yang memungkinkan dilakukan pada 2019," kata Nurul usai diskusi "Pemilu Serentak Versi MK dan Nasib Pilkada" Minggu (26/1/2014) di Cikini, Jakarta Pusat.
Ia mengatakan, isu itu saat ini masih dalam pembahasan antara pemerintah dan DPR melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada. Dia mengatakan, RUU tersebut akan diketok palu pada 4 Maret mendatang. "Kalau misalnya (pilkada) ini serentak setuju, 4 Maret nanti diketok palu, maka otomatis yang periode berikutnya harus merevisi undang-undang paket politiknya," kata anggota Komisi II DPR itu.
Dia mengatakan, wacana pelaksanaan pilkada secara serentak semula diusulkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai pihak pemerintah. Tetapi, lebih lanjut, katanya, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pemilu serentak pada 2019, di DPR akhirnya mencuat pula wacana pilkada serentak.
Ia mengatakan, pertimbangan pelaksanaan pilkada serentak adalah terbentuknya koalisi permanen. Koalisi, katanya, terbentuk sebelum pelaksanaan pemilu. Menurut Nurul, koalisi yang terbentuk akan permanen antara di tingkat pusat dan daerah. "Sehingga disain tentang calon-calon di pilkada itu sudah menjadi disain besar jauh sebelum pileg dan pilpres dilaksanakan. Jadi satu paket, ini sebenarnya cocok dengan prinsip Golkar yang kampanye satu kesatuan," kata dia.
MK telah mengabulkan uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan akademisi Effendi Ghazali bersama Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Serentak. Putusan berlaku pada Pilpres 2019. Dengan dikabulkannya gugatan ini, penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2019 dan seterusnya akan digelar serentak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.