"PPP menghormati keputusan MK, namun karenanya juga mempertanyakan konstitusionalitas Pemilu 2014," ujar Sekretaris Jenderal PPP M Romahurmuzy saat dihubungi Kamis (23/1/2014). Politisi yang akrab disapa Romy ini menilai bahwa MK telah menafsirkan Pasal 22E dalam Undang-Undang Dasar 1945 tentang pemilu sebagai pemilu yang dilakukan serentak.
"Lantas bagaimana dengan legitimasi pemilu 2014?" tanya Romahurmuzy. Ketua Komisi IV DPR tersebut meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menggelar rapat konsultasi bersama dengan Badan Pengawas Pemilu. Menurut dia, harus diantisipasi kegaduhan politik yang menyoal legitimasi Pemilu 2014.
Putusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan akademisi Effendi Gazali bersama Koalisi Masyarakat Untuk Pemilu Serentak. Namun, putusan itu dinyatakan berlaku untuk Pemilu Presiden 2019.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (23/1/2014). Permohonan yang dikabulkan adalah untuk uji materi atas Pasal (3) Ayat (5), Pasal 12 Ayat (1) dan (2), Pasal 14 Ayat (2), serta Pasal 112 UU 42 Tahun 2008.
Dalam amar putusan, majelis hakim konstitusi menyatakan bahwa putusan tersebut hanya berlaku untuk Pemilu 2019 dan seterusnya. Permohonan yang tidak dikabulkan adalah uji materi atas Pasal 9 UU 42 Tahun 2008 yang mengatur tentang besaran batas minimal perolehan suara partai politik untuk dapat mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential treshold).
Mahkamah menyatakan pula bahwa putusan tidak dapat digunakan untuk Pemilu 2014 agar tak muncul ketidakpastian hukum. Dalam pertimbangan putusan, MK menilai tahapan Pemilu 2014 sudah memasuki tahap akhir. Bila seperti lazimnya putusan berlaku seketika setelah dibacakan, majelis menilai yang terjadi adalah terganggunya Pemilu 2014.
Langkah membatasi akibat hukum dari putusan ini, menurut majelis, juga sudah memiliki preseden alias putusan serupa di masa lalu. Karenanya, majelis menegaskan putusan ini baru berlaku segera setelah seluruh rangkaian tahapan Pemilu 2014 rampung.
Meskipun lima dari enam gugatan uji materi dikabulkan, di luar isu presidential treshold, majelis berpendapat pelaksanaan Pemilu 2009 dan Pemilu 2014 dengan segala akibat hukumnya harus tetap dinyatakan sah dan konstitusional. Putusan ditandatangani delapan hakim konstitusi, dengan dissenting opinion atau pendapat berbeda disampaikan Maria Farida Indrati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.