JAKARTA, KOMPAS.com — Nama Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, diusulkan untuk direhabilitasi dari gelar sebagai presiden yang dilengserkan. Usulan itu disampaikan budayawan Jaya Suprana dalam diskusi pemikiran Gus Dur "Demokrasi dan Pluralisme", di kantor PBNU, Jakarta, Kamis (23/1/2014).
Dalam kesempatan itu, Jaya langsung menyampaikan usulannya kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, yang sama-sama menjadi narasumber. Menurut Jaya, tak ada salahnya usulan itu dimunculkan mengingat Gus Dur merupakan tokoh pluralisme di Indonesia yang sangat penting.
"Tolong Pak Mahfud, bisa enggak nama Gus Dur sebagai presiden yang dilengserkan direhabiliter menjadi bukan dilengserkan? Mungkin agak berlebihan, tapi apa salahnya bagi kita yang mencintai Gus Dur meminta itu," kata Jaya.
Mahfud mengatakan, usulan Jaya Suprana itu bisa saja diwujudkan bila dilakukan secara bersama-sama. Bagi Mahfud, Gus Dur dilengserkan hanya karena kalah secara politik, dan bukan karena melanggar aturan hukum yang berlaku saat itu.
"Ini bukan tindak pidana, tapi kita bisa melakukan sama-sama, pelengseran Gus Dur salah secara konstitusi, tapi benar secara politik. Konstitusi itu benar atau salah, kalau politik itu menang atau kalah," ujarnya.
Mahfud menambahkan, Gus Dur dilengserkan karena dituduh menerima dana dari Bulog dan Brunei Darussalam. Mahfud yakin, Gus Dur tak terlibat dalam kasus yang selanjutnya disebut sebagai Bulog Gate dan Brunei Gate tersebut.
Pelengseran Gus Dur, kata Mahfud, murni dilatari masalah politik. Gus Dur dianggap melanggar Tap MPR Nomor 6 dan 7 Tahun 1999 karena memecat Suroyo Bimantoro sebagai Kapolri dan menggantinya dengan Chairuddin Ismail tanpa persetujuan MPR/DPR.
Menurut Mahfud, pelengseran Gus Dur juga cacat secara hukum karena tidak memenuhi Pasal 27 Tap MPR bahwa Sidang Umum MPR untuk menjatuhkan presiden harus dihadiri oleh semua fraksi. Pada saat itu, Fraksi PKB dan PDKS menolak hadir, tetapi pelengseran Gus Dur tetap dilakukan.
"Gus Dur hanya kalah secara politik, bukan salah secara hukum. Pelengserannya cacat hukum dan dipaksakan," kata bakal calon presiden dari Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.