"Keputusan MK kalau toh mengabulkan, akan berujung pada win-win solution. Tapi, itu tidak dilaksanakan sekarang, mungkin untuk pemilu mendatang," ujar Afifuddin di Jakarta, Rabu (22/1/2014).
Hal ini disampaikan Afifudin jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji undang-undang (judicial review) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden (Pilpres) oleh Yusril Ihza Mahendra.
Dia menuturkan, jika MK memerintahkan pelaksanaan pemilu presiden dan legislatif dilakukan secara bersamaan sejak 2014, hal ini akan merepotkan penyelenggara pemilu, terutama Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Misalnya saja KPU harus menyesuaikan tahapan yang sudah dibuat, begitu juga anggaran pelaksanaan tahapan pemilu akan berubah total," kata aktivis pemilu yang akrab disapa Afif itu.
Dia menuturkan, seharusnya perdebatan soal presidential threshold dilakukan saat pembahasan RUU Pilpres. Terlebih lagi, katanya, perdebatan yang muncul dalam uji undang-undang itu adalah soal presidential threshold.
Uji materi UU Pilpres diajukan oleh dua pihak. Mereka adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak dan Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra. Yusril menguji Pasal 3 Ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112.
Sementara itu, gugatan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak akan diputuskan pada Kamis (23/1/2014).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.