Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prabowo: Indonesia Harus Menang

Kompas.com - 21/01/2014, 10:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia, negara yang tiga perempatnya laut, mengimpor ikan dan garam dalam jumlah besar. Bangsanya tidak produktif, negaranya tidak mampu bersaing. Bukannya menambah kekayaan negara, Indonesia malah terus menumpuk utang. Elite suka buah impor, sementara petani berdagang produk impor karena harga jual hasil ladang tidak menutup ongkos produksi.

”Ini berbahaya. Apa masa depan Indonesia mau kirim TKW (tenaga kerja wanita) saja?” kata Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto, pekan lalu, dalam wawancara khusus.

Impiannya, Indonesia lebih pandai mengolah sumber-sumber ekonomi seperti alam yang merupakan keunggulan kompetitif. Tujuan akhirnya, Indonesia menjadi negara modern, punya kekayaan nasional, kekuatan ekonomi, dan kemandirian berupa swasembada pangan dan energi. Indonesia harus menang.

Masalahnya, Indonesia tidak memiliki visi strategis. Gerindra diklaimnya sebagai satu-satunya partai yang menyodorkan visi dan turunan langkah kerja sampai dengan target angka. Gerindra menyebutnya Enam Program Aksi, di antaranya meningkatkan pendapatan per kapita dari Rp 6 juta menjadi Rp 35 juta dan membangun 3.000 kilometer jalan raya nasional. Dengan program itu, rakyat tidak membeli kucing dalam karung.

KOMPAS Pesan Prabowo Subianto
”Kita butuh keberanian. Kita sudah kehilangan banyak kesempatan,” kata Prabowo.

Prabowo mengatakan, target ini akan mendorong Gerindra untuk tidak bekerja dengan cara-cara business as usual. Kalaupun tidak tercapai, ada sasaran yang dituju, misalnya membuat 3.000 km jalan nasional. Angka itu seakan luar biasa. Padahal, jika dibagi di 500 kabupaten/kota, itu berarti hanya 1,2 km per tahun. Uangnya ada, tetapi selama ini habis dikorupsi.

Prabowo sadar, realitas tidak sesederhana itu. Namun, ia yakin, visi, sikap, nilai, ideologi jika benar-benar menjawab harapan dan tuntutan rakyat pada masanya akan jadi kekuatan. Ketika Gerindra menjadi satu-satunya partai yang menolak gedung baru DPR dan jalan-jalan ke luar negeri dengan uang rakyat, mereka diejek. Prabowo bahkan mendengar gerundelan orang-orang partainya. ”Di airport Bangkok, saya ketemu anggota Gerindra di DPR lagi liburan dengan keluarganya. Diam-diam saya dekati lalu saya tegur. Dia kaget. Saya tidak tanya, dia panjang lebar kasih penjelasan. Jadi, lucu-lucu,” kata Prabowo disambung tertawa berderai-derai.

Rival yang takut

Prabowo mengemukakan, adalah kehormatan baginya bisa mengabdi. Masuk politik, menurut dia, pengorbanan. Ia bercerita, bukannya hal itu tanpa tantangan. Di awal perjuangannya, ia merasa dikucilkan elite. Apa yang terjadi pascareformasi 1998, Prabowo melihat dirinya jadi korban perubahan politik. Banyak tuduhan ditimpakan kepadanya tentang rasialisme dan Tim Mawar yang menculik aktivis.

Hal itu dilihatnya sebagai bagian dari hidup dan risiko. Menurut dia, isu ini diembuskan rival-rivalnya yang takut. ”Mereka takut pada kesetiaan anak buah saya, prestasi saya, dan komitmen saya bersih dalam kepemimpinan,” katanya.

Sejak 2003, ia rajin memaparkan visinya tentang kemandirian pangan dan produktivitas. Ia kerap diejek, mengerti apa soal ekonomi. Stigma ditempelkan dan tuduhan ditudingkan, Prabowo akan menjadi Hugo Chavez versi Indonesia dengan melakukan nasionalisasi. Padahal, yang dimaksudnya adalah sistem ekonomi yang merupakan campuran antara kapitalisme dan sosialisme. Bagi yang kuat, silakan bersaing di pasar. Bagi banyak orang Indonesia yang tidak punya kemampuan, pendidikan, keterampilan, bahkan gizinya saja kurang, pemerintah harus berpihak. Bahkan, untuk petani, mulai dari benih hingga pemasaran beras, harus dibantu pemerintah.

Bagi Prabowo, ini perjuangan nilai. Kalaupun kalah, perjuangan tidak akan berhenti. Ia tidak ingin Gerindra hanya jadi partai yang terdiri atas politisi. Misi Gerindra adalah mencapai cita-cita pendiri bangsa. Saat ini, fenomena politik dan banyak politisi menggunakan kebohongan sebagai senjata.

”Kami bukan politisi. Kami pejuang politik. Pribadi harus dikalahkan kepentingan yang besar,” kata Prabowo dalam wawancara di rumahnya, di atas bukit di Hambalang.

Tak bisa jadi kambing

Ditanya tentang sifatnya yang sering marah, ia bercerita, dulu ia komandan pasukan yang harus memimpin ”harimau”. Karena itu, ia tidak bisa jadi ”kambing”, tetapi harus jadi pemimpin yang melakukan apa yang ia katakan. Ia juga menganalogikan, tidak mungkin orangtua, kepala sekolah, atau direktur utama sebuah perusahaan tidak pernah marah. Jika benar ia jahat dan zalim, bagaimana mungkin banyak prajurit mantan anak buahnya hingga kini masih setia. Ia menjamin tidak akan jadi presiden yang tangan besi atau militeristik jika terpilih. Ia membuktikan komitmennya pada demokrasi ketika menguasai 34 batalyon Kostrad, tetapi tak melakukan kudeta (1998).

Atas nama demokrasi juga Prabowo menggarisbawahi Pemilu 2014 harus lancar dan jujur. Adanya data 25 juta pemilih ”hantu” dari 187 juta daftar pemilih tetap (DPT) mengkhawatirkannya karena ini berarti korupsi demokrasi. Proses demokrasi dan siapa pun yang dipilih rakyat harus dihormati semua pihak. Mandat harus diperoleh lewat pemilu yang bersih karena ini adalah legitimasi.

”Jangan bajak demokrasi,” katanya. (Edna C Pattisina/Sutta Dharmasaputra/James Luhulima)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com