Yani menuturkan, sebagai lembaga pengawas, sudah sepatutnya DPR diberi hak untuk menguji calon hakim agung. Baginya, hal ini menjadi wajib mengingat dampak luas wewenang hakim agung sehingga para calon harus dipastikan memiliki kapasitas pendukung yang kuat.
"DPR bukan lembaga tukang stempel. Semua jabatan yang berimplikasi luas harus mendapat persetujuan DPR, makanya harus diuji oleh DPR," kata Yani, saat dihubungi, Jumat (10/1/2014).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu melanjutkan, putusan MK tersebut juga semakin aneh dan janggal lantaran hak DPR untuk menguji calon hakin agung usulan KY jadi terpenggal. Bahkan lebih jauh, Yani menganggap putusan itu salah karena hakim MK tak memahami hukum.
"Bagaimana mau setuju kalau calon hakim agung yang diusulkan tidak diuji kepatutan dan kelayakan? Putusan MK ini kacau, mendiskreditkan DPR," pungkasnya.
Seperti diberitakan, MK membatalkan kewenangan DPR untuk memilih calon hakim agung yang diusulkan KY. Menurut MK, DPR hanya berwenang untuk menyetujui atau tidak menyetujui calon yang diusulkan KY. MK pun membatalkan ketentuan di dalam Undang-Undang KY dan UU Mahkamah Agung yang mewajibkan KY mengajukan calon dengan jumlah tiga kali kebutuhan (3:1).
MK menyatakan, KY cukup mengirimkan satu nama calon untuk satu kursi hakim agung. Hal tersebut terungkap dalam putusan uji materi UU KY yang dibacakan pada Kamis (9/1/2014). Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi mengungkapkan, perubahan mekanisme pemilihan hakim agung yang diatur di dalam UUD 1945 hasil amandemen dimaksudkan untuk lebih menjamin independensi kekuasaan kehakiman.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka melekat pada institusi sekaligus hakimnya, termasuk hakim agung. Karena itu, mekanisme pengisian jabatan hakim agung harus diserahkan kepada organ konstitusional yang mandiri dan independen, dalam hal ini KY.
Sebelum UUD 1945 diubah, pemilihan hakim agung dilakukan oleh presiden selaku kepala negara atas usulan DPR. Presiden memilih satu dari dua nama calon yang diusulkan DPR. MK pun sependapat terhadap ketidaksinkronan pengaturan mengenai pengusulan calon hakim agung di dalam UUD 1945 dengan UU MA dan KY.
Pasal 24 Ayat (3) UUD 1945 mengatur, KY mengusulkan calon hakim agung ke DPR untuk mendapatkan persetujuan. Namun, UU MA menyebutkan, calon hakim agung dipilih oleh DPR dari nama yang diusulkan KY (Pasal 8 Ayat 2).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.