JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, pelantikan Bupati terpilih Gunung Mas Hambit Bintih harus dilakukan untuk dapat menonaktifkan terdakwa dugaan kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah tersebut.
"Sekarang bagaimana bisa memberhentikan (Hambit) kalau dia tidak pernah aktif sebagai Bupati? Maka, saya menyarankan Gubernur untuk membicarakan hal itu baik-baik ke pengadilan supaya bisa meminjam sebentar untuk dilantik dan diberhentikan saat itu juga," kata Gamawan di Jakarta seperti dikutip Antara, Jumat (10/1/2014).
Pada saat upacara pelantikan Hambit Bintih dan Arton S Dohong sebagai Bupati dan Wakil Bupati Gunung Mas, kata Gamawan, juga akan diserahkan surat penonaktifan Hambit. Pelantikan kepala daerah dan wakil daerah merupakan bentuk pengesahan terhadap pasangan terpilih karena dalam upacara pelantikan tersebut dibacakan sumpah jabatan dan pemasangan lencana.
"Pelantikan Hambit Bintih itu menjadi pintu masuk untuk menonaktifkan yang bersangkutan. Gubernur (Kalimantan Tengah) juga sudah memberitahukan kepada saya kalau sudah membicarakan mengenai izin pelantikan itu kepada pengadilan (Tipikor)," jelas Gamawan.
Oleh karena itu, menurut Mendagri, upacara pelantikan Hambit Bintih dan Arton S Dohong tetap harus dilakukan untuk mengesahkan Hambit sebagai Bupati Gunung Mas. Selanjutnya, pemberhentian sementara Hambit Bintih juga dapat diberlakukan setelah pelantikannya sebagai Bupati terpilih.
Kemendagri telah berkoordinasi dengan Pengadilan Tipikor untuk meminta salinan berkas nomor registrasi perkara Hambit Bintih untuk kemudian diproses Surat Keputusan (SK) pemberhentiannya. Hambit akan mengikuti jejak mantan Bupati Bovendigul yang dilantik dan diberhentikan sebagai kepala daerah.
Hambit sudah menjalani sidang pembacaan dakwaan atas dugaan kasus suap terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Dia didakwa Pasal 6 Ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang memberikan sesuatu kepada hakim untuk memengaruhi putusan perkara dengan ancaman penjara 3-15 tahun dan denda Rp150 juta-Rp750 juta. (T.F013)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.