JAKARTA, KOMPAS.com -Kinerja DPR kerap jadi bahan ”mengolok-olok” para wakil rakyat. Maklum saja, kinerja DPR periode 2009- 2014 memang dinilai buruk. Bukan hanya selalu gagal mencapai target legislasi, sejumlah wakil rakyat pun tersangkut kasus korupsi.

Soal rendahnya kinerja DPR itu sudah berkali-kali dikeluhkan Ketua DPR Marzuki Alie. Politikus Partai Demokrat itu selalu mengingatkan perlunya peningkatan kinerja anggota DPR karena selama ini selalu gagal mencapai target.

Kondisi itulah yang membuat DPR berupaya memperbaiki sistem untuk meningkatkan kinerja. Alih-alih meningkatkan kinerja anggota DPR, pimpinan DPR justru mengusulkan perombakan birokrasi di Sekretariat Jenderal DPR.

Namun tak seperti reformasi birokrasi pada umumnya, reformasi lembaga Setjen DPR justru dilakukan dengan membagi setjen menjadi tiga bagian, yaitu setjen yang menangani masalah teknis; setjen yang menangani administrasi, keuangan, sumber daya manusia, dan fasilitas; serta inspektorat jenderal yang menangani pertanggungjawaban laporan keuangan.

Bukan hanya itu, pejabat eselon satu yang bertugas di setjen pun diusulkan bertambah. Jika selama ini hanya ada satu pejabat eselon satu, yakni Sekretaris Jenderal DPR, ke depan akan ada tiga pejabat eselon satu. Ketiga pejabat eselon satu itulah yang akan memimpin tiga lembaga kesetjenan.

Marzuki menjelaskan, reorganisasi kelembagaan setjen dilakukan untuk membangun DPR sebagai lembaga kuat yang berdiri sejajar dengan pemerintah. Dengan reformasi lembaga pendukung itu, diharapkan kinerja anggota DPR akan meningkat sehingga DPR tidak akan lagi diolok-olok oleh kelompok masyarakat sipil.

”Harapan kami, orang ribut- ribut masalah produktivitas (anggota DPR), insya Allah ke depan tidak akan lagi,” kata Marzuki seusai rapat konsultasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Demokrasi Azwar Abubakar, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/1).

Lalu mengapa kinerja DPR yang buruk tetapi setjen yang diperbaiki? Marzuki mengatakan, pimpinan DPR tidak punya otoritas untuk mengatur anggota DPR. Pimpinan hanya berwenang mengoordinasikan fraksi dan alat kelengkapan DPR. Sebaliknya, pimpinan DPR bertanggung jawab atas kinerja setjen. Menurut Marzuki, pimpinan DPR memiliki kewajiban untuk memperbaiki kesetjenan.

Azwar sependapat, reformasi Setjen DPR akan dapat mendorong perbaikan kinerja anggota DPR. ”Kalau dua-duanya (DPR dan setjen) jelek, tidak akan mungkin (kinerja DPR) bisa diperbaiki. Namun, kalau satu diperbaiki, ya lumayan,” tuturnya.

Marzuki mengatakan, reformasi DPR merupakan tugas terakhir pimpinan DPR periode 2009-2014. Perombakan lembaga setjen diharapkan dapat segera direalisasikan sebagai ”warisan” bagi DPR periode 2014- 2019. ”Dengan ini harapannya, DPR ke depan tidak akan mengalami apa yang kami alami selama ini,” tuturnya.

Namun, pertanyaan rasanya belum terjawab jika DPR yang bermasalah, mengapa setjen yang dirombak?

(Anita Yossihara)