Hal itu dikatakan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Hamidah Abdurrahman, kepada Kompas.com, Senin (6/1/2013). Menurutnya, evaluasi terhadap kinerja penyidik yang menangani kasus tersebut perlu dilakukan agar kesalahan serupa tak terulang kembali.
"Kompolnas berharap, kalau ada penyidik yang melakukan kesalahan seperti ini harus ada evaluasi supaya tidak terulang kembali," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Rudy merasa menjadi korban jebakan yang dilakukan oknum anggota polisi pada 2011 lalu. Saat itu, 7 Agustus 2011, sejumlah polisi menggerebek dan menggeledah kamar indekosnya. Dari hasil penggeledahan, polisi menyatakan menemukan sabu seberat 0,2 gram dari dalam kloset kamar mandi indekosnya.
Rudy kemudian dipaksa mengambil sabu yang disimpan di dalam plastik tersebut. Atas kasus itu, Rudy dijatuhi sanksi pidana penjara empat tahun dan denda Rp 800 juta oleh Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Tinggi Surabaya karena terbukti menggunakan dan mengedarkan narkoba jenis sabu.
Di tingkat kasasi, majelis hakim MA memutuskan bahwa Rudy tak bersalah. Majelis menyatakan, dalam penyidikannya, polisi tidak mampu menghadirkan saksi lain yang menerangkan bahwa Rudy memang pengguna dan pengedar narkoba.
Selain itu, majelis menilai, dakwaan jaksa bahwa Rudy merupakan pengguna dan pengedar narkoba tidak didukung bukti yang kuat. Salah satunya, penyidik tidak melakukan pemeriksaan urine Rudy. Padahal, prosedur itu seharusnya dilakukan dalam kasus penyalahgunaan narkoba.
"Dengan evaluasi tersebut, akan ditemukan apakah ada kesalahan dalam proses penyidikan. Kalau ditemukan, tentu saja harus ada sanksi. Hal ini kaitannya dengan kerja penyidik yang menunjukkan ada kekuranghati-hatian dalam melakukan pemeriksaan sehingga apa yang seharusnya menjadi bukti tidak dilakukan (tes urine)," kata Hamidah.
Baca juga:
MA Bebaskan Terdakwa Narkoba Korban Jebakan Polisi