Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengadilan Tinggi Jakarta Perberat Vonis Kasus IM2

Kompas.com - 04/01/2014, 02:30 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto dari 4 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara. Putusan banding tersebut dibacakan ada 12 Desember 2013.

“Iya, betul. Putusan tanggal 12 Desember 2013,” kata Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Achmad Sobari saat dikonfirmasi, Jumat (3/1/2014). Dia tidak memberikan penjelasan lebih rinci, termasuk soal hukuman tambahan dari vonis itu, seperti denda dan uang pengganti.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, memutuskan Indar melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan jaringan 3G/HSDPA milik PT Indosat Tbk.

Di pengadilan tersebut Indar dijatuhi vonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider penjara 3 bulan. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta, yang meminta Indar dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Indar terbukti melanggar pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Namun majelis menyatakan pula Indar tidak terbukti memperkaya diri sendiri yang merugikan keuangan negara.

Karenanya, Indar dibebaskan dari pidana tambahan uang pengganti. Kerugian negara dalam perkara ini dibebankan pada PT IM2. Anak perusahaan PT Indosat ini dibebani membayar uang pengganti Rp 1,358 triliun.

Kasus ini terjadi setelah Indar melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Indosat untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz. Kerja sama itu dinyatakan melanggar peraturan-perundangan yang melarang penggunaan bersama frekuensi jaringan.

Penggunaan bersama frekuensi tersebut menyebabkan PT IM2 tak membayar biaya pemakaian frekuensi. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan dalam laporannya, kerja sama tersebut merugikan keuangan negara Rp 1,358 triliun selama periode 2006 sampai 2012.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com