“Ini jelas suatu kondisi yang tidak bisa disamaratakan seperti kejahatan konvensional. Yang mana kami bisa bernegosiasi (dengan pelaku),” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Kamis (2/1/2013). Menurut dia, para terduga teroris cenderung melawan petugas yang akan menangkapnya, dengan menggunakan senjata api.
Para terduga teroris, imbuh Boy, biasanya juga telah membekali diri dengan kemampuan membuat bom atau menggunakan senjata api. Bila sampai bom atau senjata api itu dipakai melawan petugas, kata dia tentu saja akan membahayakan keselamatan petugas.
Boy mengatakan pula, para terduga teroris punya pemahaman berbeda dibandingkan tersangka pelaku kejahatan lain. Para terduga teroris ini, ujar dia, berpendapat mati saat akan ditangkap adalah jihad.
Kendati demikian, Boy mengatakan upaya persuasif tetap dilakukan sebelum penangkapan dengan harapan para terduga teroris mau menyerahkan diri tanpa perlawanan. “Kepengennya enggak meninggal ya. Kami (juga) tidak ingin pelaku kejahatan itu ditangkap dalam keadaan meninggal dunia,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, menyatakan tembak mati seharusnya menjadi upaya terakhir Polri saat berupaya menangkap orang-orang yang diduga adalah teroris. Seharusnya, ujar dia, polisi meminimalkan kematian para terduga tersebut sehingga proses hukum bisa dilakukan sampai ke proses persidangan.
Tindakan polisi yang menembak mati para terduga teroris itu menurut Poengky tak hanya mengabaikan asas praduga tak bersalah tetapi juga menutup peluang untuk mengungkap rantai kejahatan terorisme. "(Aksi tembak mati) ini justru semakin menguatkan dan menyebarluaskan (dugaan) paham 'jihad sesat' jaringan (terduga) teroris tersebut," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.