Menurutnya, seharusnya sejak dulu Kejaksaan mengadakan kegiatan seperti ini untuk memberi wawasan kepada jaksa agar tak ikut terlibat dalam kejahatan luar biasa tersebut.
"Dalam kondisi saat ini, menjadi lebih penting lagi ketika kita melakukan workshop. Kami menyadari bahwa akhir-akhir ini kami dihantam badai, memorak-porandakan kondisi kejaksaan," kata Basrief.
Namun, Basrief menegaskan, praktik korupsi yang dilakukan sejumlah jaksa merupakan tindakan pribadi. Ia mencontohkan Subri, Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sebuah operasi tangkap tangan, beberapa waktu lalu.
"Apa yang terjadi pada Kajari Praya, menurut saya, kejadian terakhir ini memang harus dihadapi bersama dan tidak bisa dibiarkan," katanya.
KPK menangkap Subri di salah satu kamar hotel di kawasan wisata Senggigi, Lombok, ketika diduga tengah menerima suap senilai Rp 213 juta dari perempuan bernama Lusita Ani Razak. Diduga suap itu terkait dengan penanganan perkara pemalsuan sertifikat tanah seluas 2.270 meter persegi di kawasan obyek wisata Selong Blanak, Lombok Tengah.
Atas tindakannya itu, Kementerian Dalam Negeri telah menonaktifkan Subri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.