Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/12/2013, 07:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — MENYAKSIKAN pemakaman Nelson Mandela mengingatkan kembali akan kata-kata bijak. Kebajikan seseorang dalam menjalani kehidupan pasti terlihat jelas saat dia menyelesaikan kehidupannya.

Hingga akhir hayatnya, mantan Presiden Afrika Selatan itu dicintai seluruh rakyatnya. Bukan hanya yang sepaham dengannya, melainkan juga lawan politiknya di masa lalu. Jerit tangis haru mengiringi kepergiannya saat peti jenazahnya tiba di kota kelahirannya, Qunu. Warga menyambut jenazah Mandela di sepanjang jalan untuk mengucapkan, ”Selamat jalan.”

Banyak warga dunia merasa kehilangan tokoh besar itu. Yang memberikan penghormatan terakhir bukan hanya para pemimpin tertinggi negara, melainkan juga masyarakat biasa di banyak negara. Warga New York, AS, spontan membawa lentera di luar restoran dengan nama Nelson Mandela di kawasan Brooklyn. Sementara banyak warga China yang memberikan penghormatan di depan Kedutaan Besar Afrika Selatan di Beijing.

Mandela boleh jadi merupakan negarawan yang paling ”diagungkan” dewasa ini. Dia tidak hanya berhasil menghentikan pertikaian tak berkesudahan di negerinya sendiri dari praktik politik apartheid, tetapi juga menginspirasi banyak belahan dunia lain untuk juga menghapuskan segala kebijakan yang diskriminatif. Penerima Nobel Perdamaian itu telah menjadi simbol humanitas.

Menjadi ”Mandela” bisa jadi merupakan impian semua politisi, bahkan juga nonpolitisi. Kalau ada 1.000 politisi di negeri ini ditanya soal pencapaian Mandela, bisa jadi tiada satu pun yang tak menginginkan pencapaian itu. Namun, kalau diingatkan, bagaimana proses Mandela mengubah dirinya dari seorang politisi menjadi seorang negarawan, bisa jadi tak satu pun menyanggupinya.

Bagaimana tidak? Mandela rela mengorbankan dirinya demi memperjuangkan kebebasan rakyatnya. Selama 27 tahun, dia harus meringkuk di penjara dan mengalami banyak penyiksaan fisik demi memperjuangkan kebebasan rakyatnya.

Membayangkan apa yang terjadi belakangan ini pada politisi di negeri ini rasanya bak bumi dan langit. Mereka juga banyak yang dipenjara, tetapi bukan karena berkorban demi rakyat, melainkan justru malah mencoba mengambil keuntungan diri dengan mengorupsi uang rakyat. Sungguh getir terasa.

Politisi yang melakukan korupsi itu bukan lagi kelas teri. Mereka bukan anggota partai atau pengurus ranting, cabang, atau wilayah, melainkan pengurus pusat, bahkan pemimpin tertinggi partai dan dewan pembina partai.

Mereka juga ada yang menduduki posisi-posisi penting dalam negara, baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Gara-gara fenomena ini, muncul kosakata baru, yaitu trias koruptika, sebagai bentuk pelesetan dari trias politika.

Indonesia Corruption Watch, Oktober 2013, merilis, sejak semester II-2012 hingga semester II-2013 saja, tercatat sudah 81 anggota DPR yang terjerat korupsi. Kementerian Dalam Negeri mencatat, jumlah anggota DPRD provinsi yang terjerat kasus hukum sudah 431 orang dengan 83,7 persen dari jumlah itu adalah kasus korupsi.

Di jajaran eksekutif, mulai dari bupati/wali kota, gubernur, hingga menteri, banyak juga yang menjadi tersangka dalam perkara korupsi, bahkan sudah menjadi terpidana. Sementara di lembaga yudikatif kasus tertangkap tangannya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menjadi puncak dari ironi ini.

Kondisi ini kalau dibiarkan tentunya bisa mengancam keberlangsungan negeri ini. Berdasarkan sejumlah jajak pendapat Kompas, kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara semakin menurun dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya bisa menimbulkan krisis.

Jika mengacu pada pandangan Ian Bremmer yang mengulas ”Kurva J” untuk memahami mengapa bangsa-bangsa berjaya dan jatuh, kondisi ini tidak bisa dianggap remeh.

Ian Bremmer mengingatkan, tidak ada negara yang memiliki kemampuan mencegah terjadinya guncangan. Namun, pada sebuah negara yang sangat stabil, guncangan-guncangan itu dapat dikendalikan. Kematangan lembaga-lembaga negara merupakan salah satu ciri dari negara yang sangat stabil itu.

Sementara itu, negara tanpa kestabilan dipastikan menjadi sebuah negara gagal, negara yang tidak mampu menerapkan atau menegakkan kebijakan pemerintah. Negara seperti ini dapat terpecah belah, dapat direbut, dan dikuasai kekuatan luar atau terjerumus ke situasi kacau.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com