JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku menolak jika UUD 1945 dihapus atau dikembalikan seperti sebelum amandemen. Hal itu, kata Presiden, pernah diinginkan beberapa kalangan.
Presiden bercerita, ia pernah didatangi oleh seorang tokoh yang mewakili mahasiswa saat masih menjabat Menko Polhukam pada zaman pemerintahan Megawati Soekarnoputri tahun 2002. Tokoh itu dianggap SBY cakap dan cerdas.
"Yang bersangkutan sekarang sukses sebagai tokoh muda. Dia mengatakan begini, 'Pak SBY, pikiran sebagian teman-teman, sudahlah buang UUD 1945, ganti yang baru. Perubahan tambal sulam bikin kacau'. Tentu kami berdebat hebat setelah itu," kata Presiden dalam acara Kongres Kebangsaan yang digelar Forum Pemimpin Redaksi (Pemred), di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (11/12/2013).
SBY lalu bercerita ketika dirinya maju sebagai calon presiden tahun 2004. Ketika itu, kata SBY, para sesepuh bertanya apakah ia berani mengeluarkan dekrit untuk kembali ke UUD 1945 yang belum diamandemen ketika menjadi presiden.
"Selama saya memimpin 9 tahun, kedua pemikiran ekstrem itu tidak menjadi bagian sejarah kita. UUD 1945 tidak kita buang dan tidak ada dekrit. Saya meyakini karena mayoritas masyarakat Indonesia tidak setuju akan keduanya," kata Presiden.
Presiden mengaku mendukung perubahan sistem pemerintahan di Indonesia untuk menjadi lebih baik. Hanya, menurut Presiden, sistem yang sudah baik mesti dipertahankan dan perubahan itu bukan atas kepentingan politik tertentu.
Presiden menambahkan, dirinya menganggap sistem dan kerangka negara yang dianut sudah baik, tepat, dan harus dipertahankan. Jika dihapus, itu sama saja mengingkari hukum alam dan hukum sejarah. Pasalnya, kata dia, Indonesia sudah pernah mengalami perubahan dramatis seperti pada tahun 1965 dan 1998.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.