Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sindiran Dipo Alam untuk Capres Pemilik Stasiun TV

Kompas.com - 09/12/2013, 09:53 WIB
ING

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Sekretaris Kabinet Dipo Alam kembali mempertanyakan pemberitaan sejumlah stasiun televisi swasta yang dinilainya tak netral. Stasiun-stasiun televisi yang disindir Dipo adalah stasiun yang pemiliknya juga petinggi partai politik dan berencana maju sebagai calon presiden. Sindiran Dipo dituangkan melalui akun Twitter pribadinya, @dipoalam49, Senin (9/12/2013).

Dipo mengatakan, pemilik stasiun TV yang menjadi pimpinan partai politik memanfaatkan frekuensi publik untuk kepentingan politiknya.

"Puluhan ribu rakyat gembira sambut kedatangan Presiden di Madura, NTT, dan lain-lain. Oleh TV yang itu-itu juga yang ditayangkan demo 20-an mahasiswa, modus politik," tulis Dipo. 

Sebelumnya, pada 5 Desember lalu, di Sumenep, Jawa Timur, Dipo mengatakan, pihaknya mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum terkait pemberitaan dua stasiun televisi swasta yang dinilai terus-menerus menyoroti lingkaran Istana dan Cikeas. Pemberitaan itu menyangkut kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.

Capres elektabilitas rendah

Masih melalui akun Twitter-nya, Dipo juga menyindir para pemilik stasiun TV yang akan maju sebagai capres, tetapi elektabilitasnya rendah. "Elektibiltas partai dan pencapresannya kecil, tapi karena punya TV gaung politiknya bak kodok bangkong gelembungkan tenggorokannya, bakal kempes," tulis dia.

Menurutnya, para capres itu memuaskan diri sendiri melalui stasiun televisi yang dimilikinya dan menempatkan pemerintah sebagai pesaingnya.

"Beberapa TV dipakai kampanye terselubung pemilik atau partainya. Pemiliknya ditampilkan sebagai pahlawan, yang lain diliput bak black campaign," kata Dipo.

"Ada pimpinan parpol yang punya stasiun TV bawa-bawa kebesaran Bung Karno, bonceng gaya orasinya seperti BK, tapi isi kurang, beritanya besar di TV dia," lanjutnya.

Dipo menyebutkan, seperti diatur dalam UU Penyiaran No 32 tahun 2002, Pasal 36 Ayat 4, mewajibkan isi siaran dijaga netralitasnya, tak boleh mengutamakan kepentingan golongan.

"Itulah (alasan) KPI menegur mereka," ujarnya.

"Pemerintah dikritik sangat boleh, tapi media dan TV kalau dikritik, termasuk ditegur boleh juga kan? Ini negara hukum, ojo dumeh dengan kekuasaan," kata Dipo.

Teguran KPI

Seperti dikutip dari www.setkab.go.id, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegur enam stasiun televisi yang dinilai tidak proporsional dalam menyiarkan berita politik. Keenam stasiun TV itu adalah RCTI, MNCTV, Global TV, ANTV, TV One, dan Metro TV.

Teguran kepada keenam stasiun TV itu sesuai hasil pemantauan KPI selama tiga bulan terakhir, September-November 2013.

"Dari pemantauan tersebut, KPI berkesimpulan keenam lembaga penyiaran tersebut telah dinilai tidak proporsional dalam penyiaran politik, termasuk terdapat iklan politik yang mengandung unsur kampanye," kata Ketua KPI Pusat Judhariksawan melalui siaran pers KPI, Kamis (5/12/2013). 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com