"Aksi ini dapat mengganggu hak publik untuk mendapatkan layanan kesehatan," kata Ombudsman Bidang Pencegahan Hendra Nurtjahjo, menanggapi aksi mogok sejumlah dokter se-Indonesia dalam menyikapi putusan Mahkamah Agung (MA) atas kasus dr Ayu di Manado seperti dikutip Antara, Kamis (28/11/2013).
Ia mengatakan, sebaiknya asosiasi kedokteran dan pemerintah segera mengevaluasi pembentukan standar pelayanan medis di tingkat lokal atau daerah sebagai pedoman prosedural yang resmi atau sah.
"Standar ini dibuat untuk mengukur tindakan para dokter apakah melanggar etik yang berdampak hukum atau tidak," katanya dalam keterangan tertulisnya melalui surat elektronik.
Menurut Hendra, sebenarnya sikap protes ini bisa dilakukan secara konstruktif tanpa harus merugikan hak publik. Misalnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menulis surat protes dengan argumentasi hukum dan medis yang mereka anggap benar.
Apabila etika profesi medis dicermati secara internal, tambahnya, aksi mogok ini bertentangan dengan tanggung jawab dokter yang termuat dalam sumpah kedokteran. Pengabaian kewajiban atau penelantaran ini bisa berakibat kematian atau penderitaan pasien yang semestinya ditangani oleh ratusan dokter yang tidak berada di tempat.
"Hal ini jelas merupakan mala-administrasi pelayanan publik yang harus segera dipulihkan," pungkas Hendra.
Seperti diberitakan, para dokter di Indonesia melakukan unjuk rasa sebagai bentuk solidaritas terhadap tiga dokter spesialis kandungan, yaitu Dewa Ayu Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak, dan Hendry Siagian. Tiga dokter itu diputus bersalah oleh Mahkamah Agung karena menyebabkan kematian pasien Julia Fransiska Makatey saat melahirkan pada 2010.
Akibatnya, pelayanan di sejumlah rumah sakit pemerintah ataupun swasta di Indonesia terganggu akibat aksi keprihatinan dokter.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.